Rabu, 01 Agustus 2018

Visioner Dakwah yang Tak Bijak

Saya coba membayangkan kegundahan dan pertempuran hati yang dirasakan Nabi Muhammad saat musyawarah sebelum perang uhud, perang yang nantinya membawa umat islam dalam kekalahan dan menewaskan sahabat inti seperti hamzah ibnu abdul muthalib, mus'ab bin umair, dan 70an sahabat lainnya.

Dalam rapat tersebut, Rasulullah sampaikan mimpinya yang intinya berisi lembu disembelih, pedangnya rompal, dan tangannya berlindung ke dalam baju besi yang kokoh.

Kalau kita baca Sirah Nabawiyah, Syaikh Mubarakfury mentakwilkan mimpi ini yang artinya lembu yang disembelih adalah sahabat yang terbunuh, pedang rompal adalah kematian keluarga rasul dan baju besi adalah kota madinah.

Itulah mengapa Nabi pada awalnya merekomendasikan untuk bertahan di kota madinah, bukan berperang di luar kota.

Namun sebagian sahabat yang menunggu kesempatan berjihad dan meraih kemulian dari Allah, meminta Nabi untuk menyambut peperangan. Singkat cerita hasil musyawarah memutuskan untuk berperang di bukit uhud.

Bayangkan apa yang dirasakan Rasul. Beliau telah berfirasat bahwa umat islam akan kalah, bahkan hal ini berasal dari mimpi. Ingatlah, mimpi seorang Nabi bukanlah main-main, firasat seorang Rasul tidaklah sembarangan.

Tapi lihatlah sikap Rasul, beliau tak merendahkan hasil musyawarah. Beliau tak menyalah-nyalahkan ahli syuro selainnya. Beliau menjalankan keputusan musyawarah karena Allah dengan sepenuh jiwa raga.

Maka saya bingung dengan mereka yang mengaku visioner dan rasional dalam dakwah. Yang menghasilkan ide cerdas demi kemajuan gerakan, menyampaikan berbagai pikiran brilian. Tapi ketika ide kerennya tak di dengar anggota musyawarah. Atau hasil rapat tak sesuai pemikirannya, dia malah menjelek-jelekkan anggota musyawarah. Dia malah menyindir-nyindir tak baik gerakan dakwah.

Mereka berdalih "kalo kayak gini firasat gue dakwah bakalan hancur dan kalah". Retorikanya demi kebaikan dakwah malah merongrong dakwah itu sendiri.

Padahal firasat dia bukan firasat Nabi, pemikiran dia bukan pemikiran Nabi. Tapi entah mengapa dia tak menghargai hasil musyawarah gerakan.

Nabi Muhammad saja yang seorang kekasih Allah, surga sudah pasti, utusan Sang Maha Pencipta masih menghargai hasil musyawarah, dan menjalankan dengan seksama. Walau diawal beliau punya pemikiran berbeda dan sempat berfirasat akan kekalahan.

Bahkan ketika kekalahan benar-benar terjadi, sahabat dekat bahkan juga pamannya syahid, beliau tetap legowo dengan hasil rapat. Tak ada dalam lisan beliau berujar "Bener kan kata saya, hasil syuronya keliru" atau kata-kata menyalah-nyalahkan hasil atau anggota musyawarah.

Begitulah teladan dalam berjama'ah dan bermusyawarah dari Sang Rasul. Mari kita menjadi visioner dakwah yang bijak. Dengan senantiasa memikirkan kemajuan dakwah, dan memperjuangkannya dengan etika dakwah yang diajarkan Nabi Muhammad SAW.

Wallahu'alam

0 komentar:

Posting Komentar