Jumat, 17 Agustus 2018

Lelaki dalam Sepi itu Bernama Musa 'Alaihis salam

Jika dibanding dengan Nabi Muhammad SAW. Baik kelancaran bicara, cerita masa lalu dan kesetiaan sahabat. Nabi Musa AS amat berat tantangannya.

Nabi Muhammad, memiliki kefasihan tuturkata, kelancaran lisan, mampu menyampaikan segala dialek arab yang ada.

Sedangkan Nabi Musa, lisannya cadel, tuturkata seringkali terganjal, lidahnya cacat. Itulah mengapa do'a kelancaran public speaking kita kenal dari beliau yg terdapat di surat thoha : 25-28. Karna kekhawatiran melanda dirinya.

Nabi Muhammad, memiliki keturunan terpandang bangsa arab. Perangainya-pun disukai warga mekah, karakternya digelari Al-Amin.

Sedangkan Musa, sejak bayi diasuh oleh raja diktator pengaku tuhan. Pernah memukul mati seseorang hingga melarikan diri dari mesir. Namun diamanahkan Allah berdakwah disana, melawan orang yg pernah mengasuhnya. Ini tak mudah, amat pelik.

Nabi Muhammad memiliki banyak sahabat yg setia. Rela berkorban harta bahkan nyawa. Siap menemani dalam keadaan susah lagi payah. Ia juga memiliki istri yang menyokong segala upaya. Pelipur ketika lara.

Sedangkan Nabi Musa, ia hanya memiliki harun sang saudara, yang tak berdaya menghadapi patung berhala ketika ditinggal oleh musa ke bukit thursina. Pengikutnya-pun rewel dan menjengkelkan, tak ada kata setia. Sepi menyapa dirinya, sunyi mewarnai jalan dakwahnya.

Maka wajar, dalam kacamata manusia, posisi Nabi Musa itu rumit. Ia berjuang dalam sepi dengan segala keterbatasan. Dengan segala tantangan yang ada. Itulah mengapa Allah menyebut namanya di Al-Qur'an 136 kali, sedangkan Nabi Muhammad hanya 4 kali.

Mengapa? Agar Nabi Musa hadir untuk menginspirasi Nabi Muhammad dan kita sebagai umatnya. Bahwa dalam segala posisi tak menyenangkan, tantangan, hambatan juga cercaan. Kita tetap harus kuat memperjuangkan agamanya. Tetap jiddiyah atau mencurahkan segala potensi yang ada.

Ustaz Abdul Muiz pernah menyampaikan, syarat jiddiyah adalah Al-azmul qawiy (kesungguhan yang kuat). Maka dari sang lelaki sepi bernama Musa AS-lah kita mampu belajar Al-azmul qawiy dalam berjuang dijalan dakwah.
Semoga istiqamah menemani kita dimanapun berada.

#MelangkahMenginspirasi

0 komentar:

Posting Komentar