Kamis, 29 Oktober 2015

Hidupmu Tertekan? Ini Rumus Menghadapinya

Kepalamu berat, fikiranmu berputar-putar. Kau terasa tertekan dari berbagai arah. Sangat banyak hal yang menuntutmu sehingga kau bergitu tertekan. Pernah kah kau merasakannya? Rasa yang begitu pilu di hati, menyesakkan di dada. Ia bagai dinding-dinding yang bergerak menuju diri dari berbagai arah. Menekan tubuh yang ringkih. Hingga tubuh ini terhimpit dari berbagai masalah yang melanda.

Ah, sudahlah. Pernah merasakan itu teman-teman? keadaan seperti diatas? Saya yakin setiap manusia pernah ditekan dari segi apapun. Baik itu pekerjaan, pergaulan dan sebagai lainnya. Tertekan karena pekerjaan, amanah organisasi , dan dunia profesional adalah hal wajar. Kemampuan berfikir dalam tekanan menjadi hal penting untuk di miliki seorang profesional.

Namun yang kita bahas kali ini bukan tertekan karena itu, namun tentang tertekan karena hal sepele. Yaitu tertekan karena lifestyle. Walaupun solusi yang saya tulis bisa digunakan untuk menghadapi apapun latar belakang dari rasa tertekan kita. :D

Nah, di abad sekarang, mengikuti style modern menjadi sebuah gaya hidup yang tak bisa dipungkiri. Ketika merk sebuah tas menjadi sebuah trend. Maka kaum hawa akan mulai berbondong-bondong membelinya. Ketika style rambut yang digunakan artis-artis hollywood dan tanah air berubah. Maka para insan modern ini ikut merubahnya.

Begitu juga ketika mode hijab 'lilit-lilit' ala artis-artis yang sekarang banyak menggunakannya. Di temani pakaian yang ketat-ketat. Para muslimah juga "latah" ngikutin berhijab ala artis berbaju ketat itu. 

Pokoknya sekarang zaman ngikutin trend deh. Bahkan tidak cuma untuk perempuan, para lelaki pun juga banyak yang mengikuti. Mereka mulai bangga menjadi lelaki metropolitan. Ketika David Beckham ganti gaya rambut. Banyak kaum adam yang mengikutinya. mengikuti trend yang ada. Ketika lelaki zaman sekarang harus bermuka bersih layaknya boyband korea. Mereka akan kalang kabut hanya karena sebuah jerawat tumbuh di wajahnya.

Hingga pada akhirnya, banyak manusia yang stress hingga mau berbuat hal kriminal seperti mencuri, untuk bisa mengikuti trend ini. Di kalangan mahasiswi, ada juga yang ingin mendapat banyak kemewahan hingga menghalalkan segala cara agar bisa mengikuti trend. Sampe ada yang menjual diri mereka (baca: ayam kampus). Dan juga para koruptor di Indonesia, melakukan tindak korupsi karena juga ingin mengikuti gaya hidup mewah. Update gaya hidup modern ini-lah yang kini melanda anak bangsa.

Tertekan karena gaya hidup ini menjadi masalah tersendiri. So, apa yang harus kita lakukan?

Di ilmu fisika terdapat rumus P = F/A. Tekanan sama dengan gaya di bagi dengan luas permukaan. Mungkin kita bisa mengambil dari rumus ini. Anggap rasa tertekan yang melanda hati kita adalah P. Maka besar kecilnya rasa tertekan itu tergantung besar F (Gaya) dan A (Luas permukaan hati).

Bila semakin besar gaya-gaya'an kita. Dan semakin kecil hati kita. Maka perasaan tertekan akan senantiasa menyerang diri. Sebaliknya, bila semakin kecil gaya-gaya'an kita. Dan semakin lapang hati dan dada kita. Maka hidup tertekan itu sangat kecil.

Jadi, jangan banyak gaya deh buat hidup kalian. Syukuri aja apa yang ada. Yang tampangnya biasa aja, syukuri. Yang kantongnya biasa aja, syukuri. Yang style bajunya biasa aja, syukuri. Jangan sok-sok kegayaan ngikuti trend para artis. Kepala pusing tujuh keliling karena sebuah jerawat. Mata jelalatan liat sesuatu yang bermerk. Hingga stress gara-gara semua yang kita inginkan tak tercapai. Hadeh, pusing kepala berbie ngeliat kelakuan yang kayak gini. 

Lalu, lapangkan hati. Gimana caranya? Allah udah kasih jawaban. Inget ayat ini? alaa bidzikri allaahi tathma-innu alquluubu ?  Bener, ini potongan surat Ar-Ra'd ayat 28 yang artinya "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram."

Nah, kalo hidup mau tenang dari berbagai tekanan dan stres. Nih kuncinya, Inget Allah. Dzikir terus. Mau makan inget Allah, mau tidur inget Allah, mau kuliah inget Allah, mau keluar rumah inget Allah. Pokoknya semua kegiatan kita inget Allah deh. Pasti hati tenang dan nggak tertekan lagi. 

Udah tau kan rumusnya? Perkecil gaya-gaya'an kamu. Lapangkan hati kamu dengan dzikrullah. P = F/A.

Semoga bermanfaat.
#MelangkahMenginspirasi

Kamis, 22 Oktober 2015

Ada Apa Dengan Kecewa?


“Dek, kenapa jilbabnya jadi pendek gitu?” , "Kecewa sama jama’ah kak"
“Bro, kok sekarang jadi pacaran?” "Gue kecewa sob sama orang-orang  di dakwah ini."
“Dek, kok sekarang jadi jarang ikut ngaji? Terus sekarang mau-mau aja di pegang sama lawan jenisnya?” "Kecewa bang sama senior-senior di lembaga dakwah."

Pernah denger kayak gitu? 
Mungkin teman-teman banyak yang mendengar kasus seperti diatas. Alasan yang sering digunakan mereka yang pernah aktif di dakwah kampus. Mereka meninggalkan lembaga dakwah, mereka meninggalkan jama’ah. Hanya dengan satu alasan, kecewa.

Mereka kecewa, hingga dengan kekecewaan itu mereka meninggalkan dakwah di ikuti dengan meninggalkan kebiasaan mereka saat bersama-sama memperbaiki diri di dakwah kampus.  Dan ini terjadi di mayoritas yang saya lihat.

Padahal dulu mereka memiliki kebiasaan tilawah yang banyak, amalan harian yang meningkat, dan semangat menasihati membara. Untuk yang wanita mereka menutup aurat sesuai syari’at,  jilbabnya terjulur panjang hingga pinggang, bahkan di sempurnakan dengan manset dan kaos kaki.  Dulu mereka yang lelaki begitu baik menjaga hati dan pandangan. Menjalankan amanah dakwah tanpa merasa letih.

Namun, atas nama kecewa. Mereka tinggalkan kebiasaan itu semua. Ada yang menghilangkan kebiasaan itu sedikit, ada juga yang banyak. bahkan ada yang menjadi penentang dakwah yang menjelek-jelekkan gerakkan dakwah.

Satu hal yang sebenarnya membingungkan saya, jika iya mereka kecewa dengan gerakkan dakwah. Maka seharusnya ia menjalankan dakwah yang lebih baik sistemnya. Lebih rapi langkahnya, lebih tersusun gerak-geriknya. Dan tentunya lebih sesuai Syari’at-Nya. Bukan malah meninggalkan perintah-perintah-Nya.

Memang tak semua yang meninggalkan dakwah kampus seperti itu, namun mayoritas yang saya lihat seperti itu. Mereka yang kecewa untuk yang laki-laki bakalan ujung-ujungnya kecewe (ke cewek/ pacaran). Kecewa berujung kecewe. Setidaknya hijab antar laki-laki dan wanita tak lagi hal yang penting. Bersentuhan menjadi hal yang biasa.

Atau yang perempuan, hijabnya semakin menjauhi syariat, mansetnya tak digunakan. Mulai berdandan berlebihan, bahkan sampai ada yang menggunakan pakaian yang ketat.

Maka lihat betapa ruginya mereka yang dulu pernah taat namun kini ingkar. Ini sebagai pengingat aku, kamu dan juga pembaca semua. Karena kerugian besar lah ketika hidayah telah memeluk kita, namun kita melepaskan dan meninggalkannya.

Semoga kita di jauhkan dari rasa kecewa yang menjauhkan kita dari Allah. Dan senantiasa di beri keistiqomahan.
#MelangkahMenginpirasi

Selasa, 20 Oktober 2015

Itulah Mengapa Allah Memilihmu Berada di Jalan Dakwah

Mungkin dirimu tak sefaqih ulama
Memiliki berbagai ilmu tentang agama
Tapi dengan adanya engkau di jalan dakwah
Membuat dirimu semangat menimba ilmu syariah

Mungkin  amalmu tak sebanyak mereka para ahli ibadah
Memenuhi setiap satuan waktu untuk mendekati-Nya
Namun dengan adanya engkau di jalan dakwah
Membuat dirimu belajar menjadi sosok yang sholeh & sholeha

Andai saja kau tak menemukan jalan dakwah
Mungkin ta’lim dan ceramah agama hal asing yang kau terima
Dan ibadahmu tak sebanyak sebelum kau memperjuangkan agama-Nya
Ah.. Itulah mengapa Allah memilihmu berada di jalan dakwah

Mungkin orang sekitarmu mengejek akan ketaatanmu
Dengan berbagai ungkapannya dengan kata yang menyembilu
Namun dengan adanya kau di jalan ini
Geloramu bertambah karena motivasi teman jama’ah yang mereka beri

Mungkin berbagai kritikan datang kala kau berproses memperbaiki diri
Menunjukkan kesalahanmu yang belum bisa kau perbaiki
Tapi mungkin dengan adanya kau dijalan ini
Kau semakin terpacu untuk memperbaiki kesalahanmu  selama ini

Andai saja kau tak bersama mereka yang memperbaiki diri
Mungkin engkau terpengaruh dengan kata-kata mereka yang dengki
Berhenti untuk berusaha menjalani perintah Sang Maha Pemberi
Ah... Itulah mengapa Allah memilihmu berada di jalan dakwah ini

Mungkin matamu sendu, keringatmu berkucur dan badanmu tersungkur
Terjatuh dalam keletihan menjalani amanah langit yang kau panggul
Namun dengan beradanya kau dijalan ini
Kau tetap bergerak dengan semangat mendapat ridho Ilahi

Mungkin hatimu kecewa, pikiranmu gelisah
Akan keputusan jama’ah yang tak kau kira
Namun dengan beradanya kau dijalan dakwah
Kau belajar akan ke-tsiqohan karena keilmuanmu yang terbatas

Andai saja kau tak bersama jama’ah
Mungkin kau telah tersesat sendirian dalam logika
Rapuh, bahkan lebih rapuh dari keadaanmu dalam jama’ah
Ya, Itulah mengapa Allah memilihmu berada di jalan dakwah

Ketahuilah wahai saudara
Bukan tanpa alasan Allah memilih mu berjuang untuk agama-Nya
Maka carilah alasan mengapa engkau berada dijalan dakwah
Agar engkau lebih bergairah dalam mentarbiyah semesta

Jikalau kau menemui berbagai alasan untuk meninggalkan jama’ah
Maka ingatlah seberapa jauh dakwah merubah dirimu
Seberapa besar Allah meneguhkan kedudukanmu
Bukankah firmannya “jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”?

Maka tetapkanlah dalam hati untuk bertarbiyah agar diri terus terbina
Berjuang bersama menebar cahaya untuk umat manusia
Istiqomahlah wahai sahabat, karena memang jalan dakwah tidaklah mudah
Ia amatlah panjang, hingga tiada ujung yang lain kau temui, kecuali surga-Nya di akhirat

Itulah mengapa Allah memilihmu berada di jalan dakwah

Azmul Pawzi
Terinspirasi dari puisi "Itulah Mengapa Allah Menikahkanmu Dengannya"

Sabtu, 10 Oktober 2015

Kegigihan yang Hilang

Ada yang berbeda.
Entah apa, itu kalimat yang terlintas dikepalaku ketika melihatmu kini.  Engkau berbeda. Setidaknya itu yang kurasakan. Engkau sudah tak seperti dulu. Matamu sendu, senyummu tertahan.

Entah apa yang terjadi kepadamu. Padahal jelas di otakku, kala pertama kali aku melihatmu. Sosok yang tiada henti memberi inspirasi. Matamu tajam, pandanganmu jauh menembus masa depan. Berulang kali telinga ini mendengar cerita cita tinggimu untuk bangsa. Mimpi cerahmu untuk umat. Aku mengingatnya, bahkan hampir tiap kata-kata mu.

Tiada satu-pun unsur keramahan yang tak tergambar darimu. Senyum yang menentramkan. Hanya dengan lengkungan di bibir itu saja, engkau dapat memotivasi banyak orang. Apalagi ketika kau meluapkan berbagai ide-ide dan karya yang akan di realisasikan. Itu sungguh menakjubkan.

Kau sirami lingkunganmu dengan semangat membaramu. Kau hasilkan karya-karya fantastis, kau produksi kinerja-kinerja keren dengan rapi. Kegigihanmu tak terperi. Hingga semua orang terheran dengan dirimu yang tiada letih menginspirasi.

Namun ada yang berbeda, entah hal seperti apa yang meredupkan itu semua. Aku tak paham, namun yang ku tahu itu pasti hal yang berat.  Hingga membuat wajah itu murung. Sungguh aku tak paham. Aku hanya terheran. Bagaimana bisa?

Ku coba perhatikanmu lagi, namun tetap ku tak menemukan jawaban. Hanya sinaran mata yang semakin redup yang ku dapatkan. Dan itu bukanlah yang ku inginkan. Karena itu bukan kamu.

Aku hanya ingin kau kembali, seperti engkau yang dulu. Menjadi inspirator yang gigih berbuat untuk orang lain.

Aku menginginkan itu, dan orang sekitarmu juga. Maka kembalilah. Kembalikan kegigihan yang hilang itu, kembalikan semangat yang redup itu, kembalikanlah. Kembalikanlah.

Kembali seperti engkau yang dulu. Kembalilah.


Kamis, 08 Oktober 2015

Sendiri

Sendiri.
Siapa yang tahan akan kesendirian. Aku yakin, kamu tak menginginkan itu.
Seperti diri ini, yang enggan sendiri.
Aku yakin itu, walau kadang senyummu menyiratkan bahwa kau tak mempersoalkannya.

Aku tak mengerti, Sungguh. Pada dasarnya aku tak mengerti manusia seperti apa yang bisa bertahan dalam perihnya kesendirian. Hingga pada suatu siang, engkau bercerita tentang sebuah perjalanan. Tentang mimpi-mimpi yang ingin engkau raih. Tentang harapan yang ingin engkau  realisasikan.
 Sendirian. Ya benar, sendirian. Walau kau tak pernah merasa sendiri. Namun tetap saja ku mengatakannya kau sendirian menjalani itu semua.

Engkau ingin pergi. Dengan senyum itu—senyum yang menggambarkan ketegaran. Walau kadang aku masih bertanya, apakah kau membuat-buatnya untuk menutupi kesendirian? Seperti aku yang memaksa senyumku tergores agar terlihat kuat dimatamu?

Mungkin kau merasakannya atau mungkin tidak sama sekali. Kecemasan diri ini akan kesendirian. Kegelisahan hati, akan sebuah kesepian.

Aku kehilangan. Walau ku tak peduli bila kau tak merasakan kehilangan itu. Karena memang kehilangan ada karena rasa kepemilikan. Sedangkan kita tidak pernah merajut apapun. Bahkan memulai sesuatu apapun tidak pernah.

Jadi tidak ada yang terputus dalam hal ini. Karena memang belum ada yang tersambung. Akan tetapi rasa takut kesendirian itu masih memenuhi ruang jiwaku. Apakah mungkin hati ini menerjemahkan kepergianmu berarti kesendirian?

Ah, biarlah rasa ini menerka-nerka sesuka hatinya. Dan biarkan pula aku yang resah ini terdiam hening mendengar semua berita kepergian.

Maka ajari aku bagaimana caramu menghadapinya. Berlawanan dengan sebuah hal mengerikan bernama kesendirian.

-AP-
 Sebuah Fiksi Prosa