Rabu, 25 Januari 2023

Sejatinya Pasti Ada yang Mencintai Kita

"Aku ragu ada dan tiada aku. Namun cinta mengumumkan, aku ada!"

Ketika pernyataan Muhammad Iqbal hadir dalam buku yang sedang dibaca, saya mencoba merenungi perkataan dari tokoh perintis kemerdekaan Pakistan ini.

Bahwa memang merasa kesepian itu menyiksa. Dia adalah musuh terbesar bagi manusia, tentunya sebagai makhluk sosial.

Bukan kesepian fisik, karena jasad bisa saja berjauhan, namun jika hati terisi penuh kasih sayang, maka kita takkan pernah merasa sendiri.

Maka ketika ada yang mencintai kita dengan tulus. Baik itu orangtua, pasangan, anak atau sahabat. Pasti begitu indah kehidupan.

Kita merasa ada karena terdapat seseorang yang mencintai, kita merasa hadir karena ada sosok yang memendam rindu kepada kita.

Itulah pentingnya cinta dari pihak lain terhadap kehangatan hati. Karena tanpanya kita merasa hampa dan tiada.

Namun hakikatnya, jika kita menyelami diri dengan iman. Maka jika seandainya di muka bumi ini kita benar-benar sebatang kara.

Masih ada Allah yang Maha Pengasih. Yang selalu mengasihi kita dengan penuh cinta. Masih ada Allah Sang Maha Penyayang. Yang selalu menyayangi kita apa adanya.

Jadi sebenarnya tak ada alasan bagi kita merasa sepi. Tak ada masanya kita merasa sendiri. 

Karena sejatinya akan selalu ada yang mencintai kita. Tinggal kita saja yang ingin meraih dan menyambut cinta itu, atau terbelenggu dalam dunia tipu-tipu.

Ingatlah,
ada Allah Sang Maha Cinta.
Ada Allah Sang Maha Hidup,
yang pasti selalu ada untuk kita.

#MelangkahMenginspirasi

Malu itu Mulia

Kadang kita sering tak tepat menempatkan arti rasa malu. Ia sering dibenturkan dengan rasa percaya diri.

"Ayo dong jangan malu gitu, yok dicoba ngomong/tampil di depan."

Pernyataan diatas atau yang terdengar sama sering kita jumpai. Termasuk dari lisan diri sendiri.

Dulu saya memang menganggap lawan malu adalah percaya diri, sehingga agar berani tampil kita harus menepikan rasa malu. Namun ternyata semakin dewasa dan terus belajar, pemahaman saya salah.

Malu itu fitrah yang mulia, itulah mengapa banyak sekali dalil yang membahas tentang malu.

Diantaranya Hadist Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari ini :
"Keimanan itu memiliki enam puluh cabang. Rasa malu adalah salah satu cabangnya"

atau Sabda Rasul riwayat Ibnu Majah yang berbunyi : "Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu."

Banyak sekali dalil tentang malu, bahkan Rasulullah tercinta mencontohkan bersikap malu. Bahkan dalam sebuah riwayat rasa malu Rasul lebih besar dibandingkan gadis yang dipingit di dalam kamar.

Rasa malu itu fitrah yang pasti ada dalam diri setiap insan. Dan itu saya sadari ketika telah menjadi orangtua.

Maka tugas orangtua adalah menjaga dan menumbuhkan rasa malu sang anak. Bukan malah dilenyapkan.

Hal negatif yang perlu dihilangkan dalam diri kita atau anak-anak adalah rasa minder. Yaitu perasaan rendah diri, merasa tidak mampu dan tak akan bisa.

Minder inilah yang sesungguhnya lawan dari percaya diri, bukan malah malu. Karena malu itu dasarnya adab, sedangkan percaya diri berdasarkan itu kompetensi.

Mereka yang tidak berkompeten cenderung minder ketika ingin tampil. Hingga akhirnya belajar lah yang akan menghilangkan minder dan meningkatkan percaya diri.

Malu akan membawa kita untuk berkata "tidak mau" berdasarkan rasa malu itu. Sedangkan minder akan membawa kita bicara "tidak bisa" karena memang merasa tidak mampu.

Jadi malu itu mulia, ia perlu ditumbuhkan dan dijaga. Rasa minder yang harus dihilangkan. Karena ia membawa kita menjadi insan yang rendah diri dan merasa tidak akan bisa.

#MelangkahMenginspirasi