Jumat, 17 Agustus 2018

Dibalik Seorang Pahlawan



Siapa yang mengenal istri seorang Abu Bakar Ash Shiddiq? Siapa pula yang mengenal istri Umar bin Khattab? Siapa yang mengetahui istri Imam Syafi’i atau Imam Hasan Al Banna? Atau siapa pula yang mengenal sang ibu dari kedua tokoh tersebut? Hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Nama istri dan ibu mereka tak seharum nama mereka. Seantero jagad raya sudah terlalu terpesona dengan kiprah Abu Bakar, Umar, Hasan Al Banna serta Imam Syafi’i. Mereka terlupa orang-orang di balik mereka.

Juga kenalkah kita dengan istri Muhammad Natsir? Atau istri Buya Hamka? Atau bahkan suami seorang Cut Nyak Dien? Tak semua orang mengenalnya, bukan? Hanya mereka yang mendalami sejarahnya sajalah yang mengetahui nama mereka. Mereka tak dikenal, insan nusantara sudah begitu kagum hanya akan jasa para pahlawan nasional.

Tahukah kalian bagaimana kiprah orang-orang di belakang para pahlawan? Bagaimana pengorbanannya? Mungkin kita mengenal para pahlawan dan mengelu-elukannya. Memujinya serta mengutip setiap kata mutiaranya. Tapi pernahkah kita berpikir apa yang dirasakan orang terdekat para pahlawan?

Mereka merasakan pahit getirnya perjuangan para pahlawan. Mereka menjadi aktor sulitnya menyelesaikan kerja-kerja besar. Bahkan Al Mutanabbi, seorang penyair masyur dari Arab berkata “Orang luar mengagumi kedermawanan seorang pahlawan, tapi tidak merasakan kemiskinan yang mungkin diciptakan kedermawanan. Orang luar mengagumi keberanian sang pahlawan, tetapi mereka tidak merasakan luka pahlawan menghantarkannya menuju kematian.”

Pernahkah kalian merasa apa yang dipikirkan keluarga Abu Bakar ketika manusia agung itu menginfakkan seluruh hartanya dan mengatakan, “Saya menyisakan Allah dan Rasul-Nya buat mereka (keluarga Abu-Bakar).” Atau ketika Hasan Al Banna meninggalkan istri dan anaknya yang sedang sakit parah untuk sebuah agenda dakwah.

Bukan hal mudah bertahan dalam hal genting, bukan hal ringan membersamai para pahlawan. Jalan mereka mendaki, penuh onak duri, dan kesulitan akan selalu membersamai mereka. Terlebih lagi kematian yang selalu mengintai para pahlawan. Karena mungkin saja mereka, para pahlawan dengan keberanian yang tinggi tak takut akan sebuah kematian.

Bagaimana dengan keluarga para pahlawan? Mereka mungkin juga tak takut mati, karena memang dalam kehidupan bukan kematian diri sendirilah yang begitu menakutkan, namun perginya sang orang tercinta.
Maka benarlah kata banyak orang, jika Anda terkagum dengan seorang bujang yang hebat, maka lihatlah ibunya. Jika Anda terperangah dengan lelaki luar biasa, maka lihatlah istrinya. Karena jika seorang suami bersinar terang karyanya, biasanya sang istri meredup, tak dilihat orang banyak. Karena segala potensi dirinya telah dia baktikan untuk sang suami. Begitupun sebaliknya.

Karena menjadi pendorong dari belakang bukanlah hal mudah. Mungkin para pahlawan terjatuh, mentalnya mengatakan ingin menyerah. Namun orang sekitar para pahlawanlah yang menguatkan. Mungkin para pahlawan timbul ketakutan, keberaniannya menyusut. Namun keluarga merekalah yang mengembalikan keberanian itu.

Hal ini tak mudah, butuh orang berjiwa besar untuk berada di balik orang besar. Dan kita harus menyiapkan potensi kita untuk kerja-kerja besar agar tercapai kejayaan peradaban islam. Sudahkah kita menyiapkannya?

Bagaimana sih mencintai karena Allah itu?

Bagaimana sih mencintai karena Allah itu?

Pertama,
syarat awal kita mencintai karena Allah itu adalah kita mencintai Allah.
Ini jelas ya, bagaimana bisa kita mencintai karena Allah sedangkan kita saja mencintai selain Allah.
Mencintai Allah disini adalah sebenar-benarnya cinta. Cinta yg ada tindakan. Bukan hanya gombal mengatakan "Aku mencintai Allah", tapi tidak ada ketaatan, tidak ada ibadah menghamba kepada-Nya.
Jika kita mencintai Allah, kita harus senantiasa beramal, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Disuruh Allah sholat, ya sholat. Jujur ya jujur. Nutup aurat, ya kita nutup aurat, dll. Bukankah cinta membutuhkan pembuktian? Begitu juga cinta kpd Allah, harus ada bukti.

Kedua,
kita mencintai seseorang itu karena dia mencintai Allah.
Ya, alasan kita mencintainya bukan karena paras cantik/gantengnya, cerdasnya, hartanya, kiprahnya, populernya.
Tapi karena ketaatannya kepada Allah.
Kita tahu dia taat kepada Allah, itulah mengapa kita mencintainya. Jika hilang cintanya kepada Allah. Sehingga hilang ketaatannya dan hidupnya jadi penuh maksiat dan keingkaran. Maka hilang pula cinta kita.

Ketiga,
Dengan bersamanya, kita berharap surga menjadi lebih dekat.
Setidaknya kita tahu dan yakin, dia akan mengajak kita kepada ketaatan, mengingatkan kita dalam amal-amal shalih, saling membantu dalam menebar manfaat.
Dengan bersamanya, kehidupan akan dipenuhi dengan ibadah. Bukan malah menambah maksiat dan mendekat ke neraka.

Nah, kira-kira, pacaran bisa ga pake kalimat, "aku mencintaimu karena Allah"? Ngga kan? 😄

Kalo mau nambahin, bisa tulis di komentar ya. Bagaimana sih mencintai karena Allah itu.

#MelangkahMenginspirasi

Keagungan Cinta

Bukankah keagungan cinta ada saat kita masih peduli walau hati terluka?
Tetap memperhatikan walau tersakiti?
Tetap mengutamakan senyumnya walau air mata menetes?

Kebahagiaan terindah hadir setelah kita melewati hal paling menyakitkan.

Karena kesalahan ada bukan untuk disesali, namun untuk di perbaiki.
Kegagalan ada bukan untuk membuat menyerah, namun untuk terus belajar.
Kekurangan ada bukan menjadi alasan untuk meninggalkan, namun untuk dimaafkan.
Perbedaan ada  bukan untuk dituntut, namun untuk dimengerti.

Ketika ketulusan cinta memenuhi relung jiwa, bukan alasan untuk pergi yang kita cari.
Namun alasan untuk tetap bertahan.

#MelangkahMenginspirasi
@azmulpawzi

Perjuangkanlah

Jika seseorang itu memang benar-benar berharga untuk diperjuangkan. Maka kerahkanlah segala sumberdaya yg ada untuk memperjuangkannya.

Begitu juga,
Bila memang seseorang itu sangat pantas untuk ditunggu, maka kumpulkan sebanyak mungkin kantung sabar untuk menunggunya.

Bukankah indahnya hidup begitu terasa setelah kita maksimal berjuang?

Bukankah manisnya kebersamaan begitu nikmat setelah penantian itu usai?

Maka berjuang dan menunggulah.

Jika dengannya surga akan terasa dekat. Bila bersamanya hidup akan lebih baik,berkah dan tenang.

Tak ada salahnya kan berjuang dan menunggu?

InsyaAllah kali ini tak perlu waktu sewindu.
Maka bersabarlah.
😊
#SewinduMenataRindu
#MelangkahMenginpirasi

Cinta Memang Tak Bisa Dipaksakan

Wanita mana yg tak mau dengan lelaki sepertinya?

Lelaki yg sangat tampan, bahkan dalam riwayat ketampanannya melebihi kecantikan wanita paling cantik. Ia juga berkuasa, pendiri awal dinasti khilafah umayyah. Salah satu manusia berkuasa dan disegani saat itu. Seorang yg juga berharta.  Lelaki parlente juga berselera. Di damaskus, istananya begitu megah. Keshalihannya jangan ditanya, ia termasuk ring satu sahabat Rasulullah. Jundi yg taat dan patuh kpd sang Nabi.

Ia adalah Muawiyyah ibn abu sofyan.

Ketampanan, kekuasaan, kekayaan, keshalihan. Semua yg ia miliki adalah mimpi para wanita.
Namun menariknya, ia malah jatuh cinta kepada gadis kampung, bukan kpd wanita modern dan modis pada zamannya. Cintanya telah berlabuh kepada wanita arab badui yg cantik dan lugu.

Setelah proses terjalani, mereka menikah. Sang gadis badui tinggal di istana nan megah.

Seiring berjalan waktu, ternyata sejak awal sang gadis tak menyukai kehidupan mewahnya. Ia selalu termenung dan mengingat dusunnya.

Usut punya usut ternyata hingga saat itu, sang gadis belum bisa mencintai sang khalifah. Muawiyyah gagal membuat gadis itu jatuh cinta kepadanya. Apa yg dimiliki sang khalifah tak menarik jiwanya.

Hingga suatu saat, Muawiyyah mendengar sang gadis bersyair akan kampung halaman dan pemuda yg dulu ia cintai di dusun.

Seketika Muawiyyah terkesiap, dan membiarkan sang wanita ini memilih secera merdeka.

Dan wanita memilih pergi menuju kampungnya, menemui lelaki yg ia cintai dan hidup sederhana dengannya.

Muawiyyah pun menceraikannya, dan gadis itu pergi meninggalkan kemewahan dan keindahan yg diimpikan banyak wanita.

Begitu lah cinta, ia adalah pesona jiwa. Tak bisa terbeli oleh kemewahan dan kekuasaan.
Harta dan Tahta mungkin bisa membawa raga dalam pelukan, namun tidak untuk jiwa.

Benarlah kata Kahlil Gibran "Salahlah bagi orang yang mengira bahwa cinta itu datang karena pergaulan yang lama dan rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan abad." Hmm... begitulah cinta.

#MelangkahMenginspirasi

Engkau Berkata Ingin Mencintai dengan Sederhana

Engkau berkata ingin mencintai dengan sederhana.
Tapi engkau masih mengharap kemewahan.

Engkau berkata ingin mencintai dengan sederhana.
Tapi engkau masih memohon  harta benda.

Engkau berkata ingin mencintai dengan sederhana.
Tapi engkau masih meminta wajah tampan rupawan cantik jelita.

Engkau berkata ingin mencintai dengan sederhana.
Tapi engkau masih menilai nama masyhur penuh tepuk tangan popularitas.

Engau berkata ingin mencintai dengan sederhana.
Tapi mencintai dengan sederhana tak sesederhana yang engkau ucap.

Mencintai dengan sederhana adalah hal yg tidak sederhana. Itu sangat rumit.
Karena tak mudah mencintai seseorang dengan sederhana.

Akan ada bias egoisme yg timbul. Akan ada rasa gengsi.

Apa engkau yakin ingin mencintai dengan sederhana?

#MelangkahMenginspirasi

Mengenalmu Sekali Lagi

Ada luka yang tak mampu terobati. Ada perih yang tak sanggup untuk pulih. Anehnya ku biarkan ia menjalar dalam hingga seluruh tubuh ini. Membuat nyeri dalam hati.

Sejenak kembali terputar kenangan pertama mengenalmu. Aku mengingat setiap detik itu. Caramu menyebut namamu, lalu tersenyum dengan teduh. Tiba-tiba kamu tertunduk saat itu, dan aku yang berdebar malu. Namun, itu bertahun-tahun lalu.

Hingga saat ini, ada sehimpun rasa tak terkira. Hal yang tak mampu aku bendung semua. Anehnya aku hanya diam, lalu tenggelam. Hingga tak banyak kenangan kita buat. Hanya sapaan ringan tanpa obrolan.

Bertahun lamanya ku kunci ia dalam jiwa. Ku biarkan ia mengiris-ngiris rasa. Perih memang. Tapi, bukankah rindu adalah jelmaan dari cinta yang belum bersama?

Dan kini rindu masih menyiksa ku. Bahkan lebih ngilu. Karena tak hanya waktu yang membuat ku pilu. Ada jarak yang tak mampu ku tempuh. Walaupun itu hanya sekedar melihatmu dari jauh.

Ingin ku tuntaskan rinduku semua. Mencurahkannya dalam kasih sayang. Mengejewantahkannya dalam kerja-kerja cinta.

Aku ingin mengenalmu sekali lagi. Lebih dalam lagi.

Pura-Pura

Ketika pura-pura berujung luka. Ketika menipu diri berakhir perih. Tak ku duga menahan rasa begitu rumit seperti ini.

Bertahun-tahun lalu,
aku berpura-pura.
Mendustakan senyummu dengan membuang muka. Membohongi teduh wajahmu dengan enggan memandang.

Aku berpura-pura.
Berlagak sibuk didepanmu agar tak ada waktuku berbincang denganmu. Bersandiwara bahwa tak terjadi apa-apa dalam diri saat ku lihat sosokmu.

Aku berpura-pura.
Dan aku tak menyangka, ternyata menipu diri terdapat karma tak terkira.

Ada rindu yang kian menebal ketika jarak semakin lebar. Ada renjana yang mekar ketika jauh semakin besar.

Dan kini ku tak mampu berpura-pura.
Bahwa itu amat menyakitkan.

@azmulpawzi
#GaBisaTidur
#MelangkahMenginpirasi
#SewinduMenataRindu

Setia Kepada Kebenaran

Salah satu ajaran yang paling sering ditanam oleh ibu kepadaku adalah tegas mengambil sikap. Tak boleh menjadi sosok peragu. Dalam hal serumit dan seringan apapun.

Begitu pula dalam berbagai moment keluarga besar. Ibu selalu mengambil sikap. Ada alasan dalam setiap sikap setuju dan ketidaksetujuannya. Kadang alur pikir ibu selalu diceritakan kepadaku.

Ketika diri ini di Padang, dan ibu di jakarta. Kami pun membahas banyak hal memalui sarana telepon. Tentang ibu yg meminta pendapatku dalam beberapa masalah, membahas kejadian di TV baik isu sosial dan politik. Hingga berbagai hal lainnya.

Ibu juga mengajarkan, jika kita telah yakin sebuah kebenaran. Maka bela, setia padanya, jangan hanya diam. Namun tetap berhati-hati dan tak gegabah. Semua hal butuh perhitungan. Jangan sembrono.

Ah, mungkin masih banyak lagi hikmah tentang pembelajaran karakter dari ibu tercinta. Aku rindu.

Nb: Foto ketika mencoblos capres RI 3 tahun lalu.

#MelangkahMenginpirasi

Harta & Kemampuan Mengelolanya

Kita masih bahas hadits di postingan sebelumnya, wanita dinikahi karena 4 hal : Kecantikan, harta, keturunan dan agama.

Setelah kecantikan, alasan lain yang bisa dijadikan pertimbangan menikahi seseorang adalah harta. Harta maksud disini bisa jadi secara zhahir (terlihat). Memang dia berharta banyak. Kaya raya atau keturunan dari orangtua berpunya.

Namun ada hal terpenting yang harus digaris bawahi dari alasan harta yg disampaikan para ulama. Diantara maksud dari alasan harta ini salah satunya adalah kemampuan mengelola harta.

Kemampuan mengelola harta bisa menjadi pertimbangan menikahi seseorang. Jika seorang laki-laki yang hanya berpenghasilan 5 juta. Jangan menikahi wanita yang zakat Mall-nya sebulan (Mall ya bukan mal) lebih dari 10 juta. Biaya shoping, salon, perawatan dan sebagainya.
Karena itu akan memberatkan dan tentunya bukan menambah sakinah dalam keluarga, malah menambah stress. Jika penghasilan lelaki 15 juta, sesuatu yg wajar jika dia menikahi seorang wanita yang biaya pengeluarannya hanya 10 juta per bulan. Ini tak masalah.

Maka pertimbangan kemampuan pengelolaan harta ini penting. Banyak beberapa temen cowok saya berkata. "Enak kali ya nikah sama artis ini." (dia menyebut salah satu artis film terkenal berjilbab besar). "Emang kenapa tu?". "Udah cantik, shalihah, adem, artis juga lagi." Begitu ucapnya.

Mungkin jika dia tau berapa biaya perawatan artis itu sebulan, tanpa diberi instruksi mundur, niat dia tadi akan lenyap dengan seketika.

Maka mempertimbangkan kemampuan calon pasangan mengelola harta adalah amat penting.

Diantara istri-istri Rasul, ada yg amat perhitungan dengan harta. Dulu sebelum menikah dengan Rasul, perhitungannya tentang dunia, baik uang, perhiasan atau apapun namanya. Namun dengan tempaan Rasulullah, perhitungannya berubah menjadi bagaimana sekecil apapun harta,  bisa jadi ibadah. Bagaimana satu kurma bisa menjadi amal shalih. Dan begitulah ke-shalih-an itu bekerja.

#WanitaShalihah
#MelangkahMenginspirasi

Kecantikan yang Meneduhkan

Kita masih bahas hadits di postingan sebelumnya, wanita dinikahi karena 4 hal : Kecantikan, harta, keturunan dan agama.

Objek yang kita serap hikmahnya tetap kisah dua pasang suami istri paling romantis. Nabi Muhammad dan Khadijah.

Mari kita lanjutkan cerita turunnya wahyu kepada Rasul. Dalam kalut dan gundahnya jiwa Rasulullah. Seperti cerita dalam postingan sebelumnya. Dengan hanya melihat wajah Khadijah sang istri tercinta. Hilang setengah masalah Sang Nabi. Inilah kecantikan sejati.

Namun cerita belum usai. Masih ada setengah kegundahan lainnya dalam jiwa Nabi. Maka ketika masuk kamar, Rasul meminta di selimuti.
Singkat cerita, karena Khadijah masih melihat masih ada masalah dalam wajah suaminya. Ada satu ucapan Khadijah yang sangat manis. "Suamiku sayang, engkau orang baik, tidak punya musuh, sering menolong orang. Dan yakinkan pada dirimu, aku akan bersamamu dalam suka maupun duka". Seketika Nabi Muhammad tenang. Ada keteduhan yang muncul dalam relung jiwanya.

Maka itulah kecantikan yang meneduhkan. Karena cantik atau tampan fisik itu akan sirna. Namun dengan melihat dan mendengar ucapannya kita menjadi tenang. Itulah tujuan pernikahan : ketenangan atau sering dalam doa kita disebut Sakinah.

Buat apa cantik/ganteng fisik bila mendengar ungkapannya kita bertambah pusing kepala. Buat apa jelitanya paras namun melihat ulahnya bertambah ruwet masalah.

Maka cantik-lah secara sejati dan meneduhkan layaknya Khadijah. Membungkus perangai dengan akhlak islam. Berpenampilan dengan patuh terhadap syariat.

#WanitaShalihah
#MelangkahMenginspirasi

Postingan selanjutnya tentang alasan karena harta.

Kecantikan Sejati

Sesuai hadits di postingan sebelumnya, wanita dinikahi karena 4 hal : Kecantikan, harta, keturunan dan agama.

Maka, kecantikan seperti apa yang di cari? Bukankah kecantikan itu relatif? Sedangkan jelek itu mutlak (Becanda 😁). Hehe

Diantara istri-istri rasul, ada yg parasnya amat cantik. Beliau bernama Zainab Binti Jahsy. Wajahnya sangat amat mempesona, bahkan dalam sebuah riwayat, kecantikan Zainab di gambarkan "apabila melihat wajahnya (zainab) maka mata takkan berkedip dan kepala takkan berpaling." Begitulah gambaran paras wanita keturunan bangsawan ini.

Ada juga aisyah yg berparas jelita, bahkan digelari humairah, yang kemerah-merahan. Jadi cantik merah merona seperti yg diiklankan produk kecantikan.
Namun, dari semua istri Rasulullah. Tak ada satu pun yang masuk dalam mimpi Rasul bahkan selalu di kenang oleh Rasulullah. Tidak ada satu pun kecuali, Khadijah binti Khuwailid.

Mengapa Khadijah menempati tempat paling spesial dihati Nabi Muhammad? Seorang janda dua kali karena kedua suami sebelumnya meninggal. Dan di nikahi Rasul ketika umurnya tak muda lagi, 40 tahun. Secara fisik mungkin tak secantik Zainab dan Aisyah. Namun Khadijah memiliki kecantikan yg istimewa.

Kecantikan yg seperti apa?

Kecantikan yg ketika dipandang, setengah dari masalah sang suami lenyap.
Coba anda bayangkan jika Anda menjadi Rasulullah ketika pertama kali mendapat wahyu. Siang hari bolong, sesosok tak di kenal memanggilnya, dan sosok itu duduk melayang antara bumi dan langit.

Kaget? Merinding? Penuh beban? Kalut? Pucat?

Maka Sang Nabi berjalan cepat, dengan menggigil dan kusut. Lalu ketika diketuk pintu rumah dan di buka pintu oleh sang istri. Maka ketika rasul melihat wajah khadijah,ia tenang.  Bahkan dalam bahasa Nabi "setengah masalahnya hilang." MasyaAllah.

Kecantikan seperti inilah yg patut dijadikan teladan. Bukan kecantikan penuh dempul bedak, atau bibir terlapisi merah lipstik. Sibuk menggambar alis atau memakai pakaian seksi. Memakai aksesoris dan pulang balik salon ala-ala artis. Karena semua kecantikan seperti itu semu.

Kecantikan seperti khadijah-lah yang sejati.

#WanitaShalihah
#MelangkahMenginspirasi

Hikmah Banyaknya Istri Rasulullah

Salah satu hikmah berbilangnya istri Rasulullah yang disampaikan oleh para ulama yaitu semua pribadi dari masing-masing wanita mulia ini mewakili karakter seluruh wanita yg ada di muka bumi.

Dari yg paling perhitungan sampai cemburuan, paling kalem sampai ceria, paling bersahaja hingga manja.

Ummul mukminin mewakili semua karakter yg ada dari para wanita yg hidup.

Merekalah role model wanita shalihah, karena di tempa langsung oleh manusia paling mulia dimuka bumi. Maka, bagi para wanita temukan karakter sholehah-mu yg sesuai dengan dirimu dengan mempelajari pesona dari setiap pribadi istri nabi.

By the way
“Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah perempuan yang mempunyai agama, engkau akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim)

InsyaAllah postingan selanjutnya tentang 4 hal ini satu-satu. InsyaAllah.

@azmulpawzi
#MelangkahMenginpirasi
#WanitaShalihah

Kitab dalam gambar ini adalah milik Buya (kakek saya). Saya boyong ketika bareng ibu saya beres2in rumah nenek dan menemukan kitab ini. Sudah menguning dan tua. Namun isinya sangat luar biasa. Ini buku terjemahan, saya lupa judulnya apa, karena bukunya masih terringgal di padang.

Masjid Agung Karawang : Saksi Bisu Romantisme Cinta yang Bertemu Karena Qur'an

Siapa yang mengira masjid yang konon tertua di pulau Jawa, bahkan lebih tua dari Masjid Agung Demak memiliki kisah romantis di awal terbentuk.

Dalam sejarah tercatat bahwa masjid ini dibangun oleh seorang ulama yang sangat santun bernama Syekh Quro. Ketika ia berlabuh ke Karawang, beliau membangun masjid ini dan menjadikan masjid ini menjadi pusat dakwah islam.
Syekh Quro tak datang sendirian, beliau membawa seorang anak perempuan bernama Nyi Subang Larang.

Penyebaran islam begitu pesat di Karawang, sehingga mengganggu Kerajaan Galuh yang beragama Hindu. Akhirnya diutuslah Raden Pamanah Rasa atau yg lebih dikenal Prabu Siliwangi sang putra Mahkota Kerajaan Padjajaran.

Namun Maha Besar Allah, dalam misinya Prabu Siliwangi mendengar tak sengaja Nyi Subang Larang menyenandungkan ayat-ayat Al-Qur'an dan terkesima lalu jatuh hati. Dengan hati dipenuhi rasa kagum kepada gadis tersebut, ia menmurungkan niatnya menutup majelis ilmu Syekh Quro.

Singkat cerita karena Prabu Siliwangi selalu terngiang merdunya tilawah Qur'an Nyi Subang Larang yang menyejukkan hatinya. Ia mengambil keputusan untuk melamar Nyi Subang Larang kepada Syekh Quro. Akhirnya mereka menikah di masjid ini, Masjid Agung Karawang.

Hingga di masa depan pernikahan Prabu Siliwangi dengan Nyi Subang Larang akan melahirkan keturunan cucu yang menjadi Da'i agung di Bumi Nusantara. Salah satu dari Wali Songo bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Di masa kini nama Wali Allah ini diabadikan menjadi nama kampus UIN Jakarta.

Beginilah jika Al-Qur'an menyatukan cinta. Ia akan melahirkan punggawa-punggawa dakwah yang militan. Wali-wali Allah yang tangguh. Dan mujahid-mujahid islam yang ikhlas.

Romantis bukan?
Kisah kita insyaAllah Qur'an juga yang menyatukan.

@azmulpawzi
#MelangkahMenginspirasi

Setelah sekian lama disini, jalan-jalan refreshing juga sepulang kantor 'sendirian'. Biasanya sepulang kantor langsung ngekos aja.

Cita-Cita Seorang Muslim

Seorang muslim sudah sepantasnya memiliki satu diantara dua cita-cita ini.

1. Ulama yg Cendekiawan
2. Cendikiawan yg Ulama

Seperti yg kita ketahui, ulama ada mereka yg memiliki kepahaman ilmu mendalam dalam agama dan menjadi pembimbing umat. Sedangkan cendekiawan adalah mereka yang memiliki kedalaman dalam sebuah ilmu dan mempergunakan ilmu yang dia miliki dan ketajaman pikiran untuk menganalisis dan merumuskan solusi dalam masalah manusia.

Maka, Ulama yg cendekiawan adalah mereka yg memiliki keilmuan agama yg dalam. Mampu menguasai Tafsir Al-Qur'an dan Hadits. Memiliki ilmu nahwu yg mumpuni, serta keilmuan lainnya yg membuat ia menjadi rujukan dalam masalah beragama. Lalu ia adalah ulama yg mampu membawa idealisme Islam sesuai dengan realitas kehidupan. Membumikan ajaran Allah sehingga umat terbimbing dengan baik dan benar. Menyelesaikan permasalah hidup dan sosial dalam perspektif agama. Dan tak merasa berat menjalankan islam dalam berbagai aspek kehidupannnya.

Dan Cendekiawan yg Ulama adalah mereka yg mumpuni dan bergerak dalam bidang ilmu masing-masing. Baik itu ekonomi, kesehatan, sosial politik, sains teknologi, sastra dan berbagai lainnya. Ia bisa membawa ketinggian bidang ilmu itu dengan paduan pemahaman islam yg baik. Sehingga memberi solusi untuk umat dalam berbagai perkaranya dan berkembang dalam pagar syariat.

Seperti yang kita ketahui kecenderungan pakar sains pengikut peradaban barat yang memiliki landasan sekuleristik dan ateisitik membuat para cendekiawan mulai sekuler dan anti Tuhan. Usaha pemisahan dunia sains dan teologi sudah amat jelas kita lihat. Dan hal ini membuat slogan-slogan pemisahan antara agama dan sisi kehidupan semakin gencar digemakan kaum sekuler. Pisahkan ekonomi,politik, budaya, dan sebagainya dengan agama hal yg sering kita dengar bahkan oleh rezim saat ini.

Maka dari itu alangkah patutnya pemuda-pemuda muslim memiliki cita-cita satu antara dua hal ini. Ulama yg cendekiawan atau Cendekiawan yg ulama. Agar menjadi solusi umat manusia yg beragama, bermoral dan holistik juga integratif.

Nah kamu, apa cita-citamu?
#MelangkahMenginspirasi

Jika Salah dalam Satu Hal, Jangan Biarkan Diri juga Salah dalam Hal Lain

Keliru, silap, salah, khilaf, lupa, itu semua adalah sifat yg wajar dalam manusia. Setiap kita kalau dalam surat asy-syam memiliki potensi taqwa dan potensi dosa. Dan melakukan kesalahan adalah hal yg wajar. Dan sebaik-baiknya berbuat salah adalah memperbaikinya, bertaubat.

Tapi, jika kita terlanjur salah dalam satu hal. Jangan biarkan diri malah melakukan kesalahan lagi dalam hal lain.

Ibarat kita sedang mengerjakan ujian berbasis komputer, yang dimana soal yg telah terlewati tak bisa kembali.

Bila kita menyadari soal nomor 4 tidak tepat jawabannya. Jangan kita biarkan soal nomor 5 hingga soal terakhir juga salah. Jangan malah berkata, "ah nomor 4 udah salah, sekalian aja salah." Ini tentu tidak tepat dan nilai pasti akan buruk.

Begitu juga dalam menjawab soal-soal kehidupan. Jika seandainya kita terlupa shalat zhuhur, jangan malah sekalian tinggalin shalat ashar, maghrib dll. Jika kita terlanjur menggunjing, jangan malah makin semangat gunjingnya. Jika kita terlanjur nyontek, jangan malah semakin mnjadi nyonteknya.

Terjatuh kelubang sekali itu sah-sah saja. Tapi sudah terjatuh, malah menggali lobang lebih dalam lagi karna sudah terlanjur jatuh hanya akan berujung nestapa.

Konsep ini memang sederhana, tapi betapa banyak manusia yg salah dalam kehidupan malah semakin larut dalam kesalahan.

Bukankah semua manusia pasti pernah salah?
Dan yang membedakan manusia yg salah tersebut beriman atau tidak adalah jika seorang yg salah tersebut beriman maka ia akan kembali taubat kpd Allah. Minta petunjuk dan ampunan. Jika ia tak beriman, maka ia akan melakukan kesalahan lainnya. Dan tak peduli.

Semoga kita senantiasa menjadi insan yang terus memperbaiki diri.
#MelangkahMenginspirasi

Kukira Temu Mengobati Rindu

Ku kira temu mengobati rindu, ternyata tidak. Ia tak mengikisnya walau hanya sedikit. Ia tak melenyapkannya walau secuil. Malah lebih parah, ia membuatnya berkembang berlipat-lipat, membesar tak terkira. Bahkan engkau sendiri tak mampu menahannya. Engkau hanya bisa duduk diam dan melihat bagaimana rindu itu menjadi raksasa yang meluap pengap menyesakkan dada.

Terlebih kamu, yang belum 'sah' memilikinya. Engkau hanya mampu memandangnya dari jauh. Membeku melihat mata sendunya tertunduk, juga tergagu saat hendak menyapa.

Engkau hanya patung bernyawa saat berhadapan dengannya, dirimu hanya mampu berteman dengan suara detak jantung yang menghentak cepat, juga hanya bisa mengadu kepada keringat dingin di pelipis yang mengalir deras.

Ternyata memang temu tak mengobati rindu, dan kamu hanya mampu pura-pura kuat juga teguh. Senyummu memang merekah, tapi hatimu remuk. Terhimpit oleh pelukan sayap cinta yang merengkuh kuat. Terlebih tusukan pedang-pedang rindu diantara sela-sela bulu sayapnya.

Tapi kau hanya mempu mengikuti rasamu walau ia memangkas setiap bahagiamu. Menahan mekar senyum bibirmu. Meredupkan wajah cerahmu. Merampas gelak tawamu.

Ya, ku kira temu mengobati rindu. Ternyata...

#DalamSunyiKuMenulis
#MelangkahMenginspirasi 

Standar Hidup Bukan Rasa dan Logika


Standar hidup itu bukan hanya rasa. Menjalani hidup tidak cukup hanya dengan logika.

Allah, Rabb Maha Tahu sudah pasti paham manusia adalah makhluk baper-an. Allah, Tuhan Maha Pencipta tentu tahu logika manusia terlalu terkesan duniawi. Maka jika rasa diikuti tidak akan ada jelasnya, jika logika dituruti tidak akan ada habisnya.

Maka sebagai Pencipta kita semua dan Pencipta seluruh alam semesta. Allah menurunkan hukum dan aturan-aturan untuk standar hidup kita. Aturan-aturan ini lebih sering kita dengar dengan syariat yang berasal dari dua sumber utama, Qur'an dan Hadits.

Maka jangan sampai Rasa menjadi lebih tinggi dari syariat. Jangan sampai logika manusia menjadi dasar hidup melebihi syariat.

Memang ada qiyas sebagai dasar hukum setelah Qur'an, hadits dan ijtihad. Namun qiyas itu-pun tetap wajib sejalan dengan Qur'an dan Hadits. Jadi hidup ga bisa cuma berdasarkan Rasa dan Logika.

Ada ungkapan menarik dalam kitab Minhajul Abidin-nya Imam Al Ghazali. "Usaha tidak akan menambah rezeki". Nah loh, pernyataan ini jika ditanggapi tanpa iman, hanya akan membawa rasa dan logika jauh dari konteks. Maka itulah pentingnya standar hidup bernama syariat. Biar hidup terarah dan jelas. Ngga abu-abu.

#MelangkahMenginspirasi

Dipandang Sebelah Mata

Dalam sebuah agenda bertema "strategi sukses dan berprestasi di kampus" dimana saya diminta berbagi cerita didalamnya. Ada sebuah pertanyaan mainstream yang mungkin akan hadir tiap kali agenda bertema tersebut terlaksana.

Pertanyaannya sederhana, bagaimana menghadapi mereka yang meremehkan kita? Hanya memandang sebelah mata diri kita.

Ah, jika diingat-ingat, hal seperti diremehkan, dianggap rendah, dilihat sebelah mata, dipandang tak punya kemampuan. Sudah banyak saya dapatkan, bahkan sejak kecil.

Cimo'ohan orang ketika SD, dianggap tak mampu apa-apa saat SMP, bahkan ketika SMA, ketika diri berusaha mati-matian berprestasi hingga mendapatkan medali pencak silat tingkat jabodetabek-pun masih ada yang meremehkan. Begitu-pun di kampus bahkan pasca kampus.
Sampai kapan-pun, dan dimana-pun posisi kita. Diremehkan adalah keniscayaan. Allah akan terus mengutus orang-orang yang suka merendahkan diri dan karya kita. Bahkan, orang-orang itu bisa saja hadir dari orang-orang terdekat kita.

Orang yang memandang sebelah mata  terhadap kita, pasti ada. Namun tugas kita bukan termakan omongan itu, bukan juga pesimis dengan sangkaan mereka.

Tugas kita berusaha dan membuktikan. Bahwa Allah telah memberi diri kita potensi masing-masing. Dan kita punya jalan sukses sendiri-sendiri.
Tempuhlah jalan kecemerlangan yang sesuai dengan dirimu. Jangan termakan perspektif negatif orang. Tetaplah melangkah menggerakkan segala kemampuan kita, menginspirasilah dengan segala karya kita.

Jangan tumbang dengan pandangan dan omongan orang. Bangkit, melangkah, lalu menginspirasilah.

#MelangkahMenginspirasi

Ketentraman

Rasa tentram, nyaman, tenang selalu lekat hubungannya dengan kebahagiaan.
Lagi pula bagaimana bisa seorang akan bahagia, bila ternyata gelisah selalu dalam hatinya. Dirinya senantiasa tak tentram.

Ada yang menghabiskan uang membeli apartemen mewah atau perumahan elit untuk mendapat ketenangan. Ada dengan cara shopping untuk menenangkan diri. Ada yang dengan berjalan-jalan. Ada yang bersenda gurau dengan teman. Bahkan ada yang meminum alkohol juga memakan narkoba untuk mendapatkan ketentraman.

Bagi seorang muslim, mata air ketenangan amatlah mudah didapatkan. Tanpa merogoh kantung amat dalam, tanpa mengorbankan banyak hal.

Bagi muslim ketenangan itu sederhana. “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan berzikir mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (Qs. ar-Ra’du: 28), sederhana bukan?

Ingatlah Allah, dalam kerja-kerjamu. Ingatlah Allah, dalam setiap masalahmu. Ingatlah Allah dalam sedihmu. Ingatlah Allah dalam pelikmu. Bersujudlah, beribadahlah. Patuhi segala perintah-Nya. Jauhi laranganya.

Ingatlah Allah, maka hatimu akan tenang. Jiwamu lapang. Wajahmu tersenyum tentram. Hidupmu lebih bermakna. Dan akhiratmu terjaga.

#MelangkahMenginspirasi

Dunia ini Fana

Dunia ini fana, maka tak perlu engkau bermuram durja karnanya.

Dunia ini canda tawa, maka tak perlu engkau gundah gulana sebabnya.

Dunia ini permainan belaka, maka tak perlu engkau habiskan seluruh usia menggapainya.

Dunia ini hanya sementara, maka tak perlu engkau mati mengejarnya.

Dunia ini tak berharga, maka tak perlu engkau bersusah payah memilikinya.

Dunia ini hina, maka takkan engkau temukan bahagia didalamnya.

"Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?"
(al-An’âm/6: 32)

Dosa dan Cara Memandangnya

Ada yang terlambat shalat wajibnya hingga terlewat sekian menit dari awal waktu, lalu terasa amat bersalah. Menyesal kehilangan pahala besar berjamaah di awal waktu. Namun ada pula yang tetap santai ketika shalat wajibnya tertinggal.

Ada yang khilaf satu kata tak baik saja, merasa amat bersalah. Menyesal karena takut melukai lawan bicara. Namun ada pula yang bergosip ria membuka aib sesamanya, hingga bahkan memfitnah, tapi tetap merasa biasa saja. Tak ada masalah.

Ada yg auratnya tersingkap sedikit saja sudah penuh was-was. Ada perempuan yg lengannya terlihat sedikit saja, sudah menyesal. Ada laki-laki tak sengaja tersingkap paha karena berolahraga merasa bersalah. Namun ada juga perempuan yg hampir telanjang. Leher, paha, hingga aurat lainnya terlihat, juga lelaki yg auratnya menebar kemana-mana tapi tetap bersikap seperti tak terjadi apa-apa.

Ada dosa besar yg dianggap kecil oleh sebagian orang, namun ada juga kekhilafan kecil yang amat disesali sebagian manusia, lalu diikuti taubat dengan diiringi ibadah-ibadah lebih semangat.

Pertanyaannya, bagaimana cara kita memandang dosa?

Lelaki dalam Sepi itu Bernama Musa 'Alaihis salam

Jika dibanding dengan Nabi Muhammad SAW. Baik kelancaran bicara, cerita masa lalu dan kesetiaan sahabat. Nabi Musa AS amat berat tantangannya.

Nabi Muhammad, memiliki kefasihan tuturkata, kelancaran lisan, mampu menyampaikan segala dialek arab yang ada.

Sedangkan Nabi Musa, lisannya cadel, tuturkata seringkali terganjal, lidahnya cacat. Itulah mengapa do'a kelancaran public speaking kita kenal dari beliau yg terdapat di surat thoha : 25-28. Karna kekhawatiran melanda dirinya.

Nabi Muhammad, memiliki keturunan terpandang bangsa arab. Perangainya-pun disukai warga mekah, karakternya digelari Al-Amin.

Sedangkan Musa, sejak bayi diasuh oleh raja diktator pengaku tuhan. Pernah memukul mati seseorang hingga melarikan diri dari mesir. Namun diamanahkan Allah berdakwah disana, melawan orang yg pernah mengasuhnya. Ini tak mudah, amat pelik.

Nabi Muhammad memiliki banyak sahabat yg setia. Rela berkorban harta bahkan nyawa. Siap menemani dalam keadaan susah lagi payah. Ia juga memiliki istri yang menyokong segala upaya. Pelipur ketika lara.

Sedangkan Nabi Musa, ia hanya memiliki harun sang saudara, yang tak berdaya menghadapi patung berhala ketika ditinggal oleh musa ke bukit thursina. Pengikutnya-pun rewel dan menjengkelkan, tak ada kata setia. Sepi menyapa dirinya, sunyi mewarnai jalan dakwahnya.

Maka wajar, dalam kacamata manusia, posisi Nabi Musa itu rumit. Ia berjuang dalam sepi dengan segala keterbatasan. Dengan segala tantangan yang ada. Itulah mengapa Allah menyebut namanya di Al-Qur'an 136 kali, sedangkan Nabi Muhammad hanya 4 kali.

Mengapa? Agar Nabi Musa hadir untuk menginspirasi Nabi Muhammad dan kita sebagai umatnya. Bahwa dalam segala posisi tak menyenangkan, tantangan, hambatan juga cercaan. Kita tetap harus kuat memperjuangkan agamanya. Tetap jiddiyah atau mencurahkan segala potensi yang ada.

Ustaz Abdul Muiz pernah menyampaikan, syarat jiddiyah adalah Al-azmul qawiy (kesungguhan yang kuat). Maka dari sang lelaki sepi bernama Musa AS-lah kita mampu belajar Al-azmul qawiy dalam berjuang dijalan dakwah.
Semoga istiqamah menemani kita dimanapun berada.

#MelangkahMenginspirasi

Shalihmu, Bakti Terbaikmu

Gelar yang engkau dapat, mungkin membuat senang orangtuamu.

Prestasi yang engkau raih, mungkin membuat sanak saudara salut terhadapmu.

Medali dan piala yang terdapat dirumahmu, mungkin menjadikan tetangga memuji dirimu.

Harta melimpah yang engkau miliki mungkin menjadi penaik strata masyarakat untuk keluargamu.

Jabatan yang engkau terima, mungkin membuat orang sekitar berdecak kagum dengan pencapaianmu.

Dimuka bumi, semua itu memang membanggakan. Mata manusia akan sangat kagum terhadap kamu dan keluargamu. Dan bisa menjadi baktimu untuk orangtuamu.

Tapi ingatlah, itu semua hanya fatamorgana juga semu. Ada hal yang lebih penting dari semua itu. Keshalihanmu.

Ya keshalihanmu, karna shalihmu pasti menjadikan doamu untuk orangtuamu langsung tembus kelangit dan membantu orangtuamu di kehidupan abadi kelak.

Bukankah dari sabda Rasul, bahwa amal yang tak terputus adalah doa anak shalih? Sekali lagi, anak yang shalih. Tidak hanya anak, menjadi anak saja tidak cukup untuk membantu orantuamu diakhirat. Namun anak yang shalih. Dengan keshalihan engkau mendapat tiket khusus seperti apa yang disampaikan Nabi.

Maka sudahkah kita berusaha menjadi shalih? Memaksimalkan segala ibadah dan menjauhi segala dosa?

Menjalankan segala amalan wajib maupun sunnah. Menjaga interaksi lawan jenis juga menutup aurat. Dan senantiasa teguh memperbaiki diri dan memperjuangkan islam.

Semoga kita semua senantiasa berusaha menjadi shalih dan shalihah. Sebagai bakti terbaik untuk kedua orangtua.

#MelangkahMenginspirasi

Berteman dengan Orang Shalih Kadang Menjengkelkan

Bersama, berjama'ah dengan orang-orang shalih, kadang tak selamanya indah. Teramat banyak kalimat-kalimat pengingat yang jika saja kita tak memiliki kantung sabar yang banyak. Maka akan dengan segera kita meninggalkan lingkungan orang-orang shalih.

Karna kadang ketika hati sedang sempit, amatlah menjengkelkan menerima nasihat demi nasihat. Teramat tak menyenangkan menerima masukan-masukan yang kadang menggurui walaupun itu baik.

Dalam lingkungan orang-orang shalih, jika engkau terlambat sholat, engkau akan diingatkan untuk segera shalat diawal waktu. Ketika menutup auratmu belum sempurna, maka engkau akan diingatkan menutup aurat secara sempurna. Jika engkau pacaran, engkau akan diminta untuk menjadi single fisabilillah.

Bahkan kalimat-kalimat pengingat ini sampai ke hal-hal sunnah layaknya nasihat tilawah qur'an setiap hari, dhuha, tahajud, puasa sunnah dan amalan lainnya yang tentunya sulit kita dapatkan jika kita berteman dengan mereka yang menganggap enteng agama ini.
Bersama mereka yang menganggap enteng agama akan banyak pembiaran-pembiaran yang kita dapatkan. Shalat wajib yang tertinggal, akan dibiarkan. Kita membuka aurat, akan dibiarkan. Hingga maksiat-maksiat lain  yang kita lakukan, akan banyak pembiaran bahkan kadang ada ajakan melakukan maksiat bersama.

Menerima nasihat memang kadang menjengkelkan, namun disitulah indahnya. Karna kita sebagai manusia, pasti kita akan khilaf. Maka memiliki teman yang meluruskan kesalahan kita adalah anugrah Allah yang mengarahkan kita ke surga-Nya.

Terimalah dengan sabar dan lapang dada setiap interaksi yang ada, karna orang-orang shalih juga tetap manusia. Dia bukan malaikat yang memiliki sayap dan tanpa cela. Maka maklumi kesalahan dalam menasihati yang kita rasa dan ambillah hal baiknya.

Maka sudahkah kita berjama'ah dengan orang-orang shalih? Jika iya, bersyukur dan bersabarlah dalam ukhuwah yang berkah. Jika belum, carilah sekarang juga. Karena siapa tau mereka akan memberi syafaat kita ke surga di akhirat kelak.

#MelangkahMenginspirasi 

Memangkas Potensi Umat untuk Berkembang

Suatu ketika seorang ikhwan pernah mengeluarkan pernyataan seperti ini "kalau ana nikah, istri ana disuruh dirumah aja". "Kenapa tu?" Tanya saya.

Dengan mata meyakinkan dia berkata "Akhwat itu fitrahnya di rumah akhi. Lebih baik ia di rumah agar menghindari fitnah." Tegasnya kepadaku.

Aku memperbaiki cara dudukku lalu menyampaikan beberapa hal. "Oke, gini deh. Antum pasti ingin menikah dengan akhwat yang  berpendidikan, kan?". "Tentu mul, mencari istri itu mencari ibu dari anak-anak kita. Cerdas penting, minimal sarjana lah." Dia memberikan pendapatnya.

Aku meneruskan, "Antum juga nyari aktivis dakwah kan, yang paham agama kan?". "Tentu iya mul, kepahaman agama itu hal utama." Jawabnya semangat.

Saya pun tersenyum dan mulai menyampaikan pendapat "Nah gini, jumlah wanita berpendidikan tinggi itu ga banyak akhi. Kurang lebih hanya 5% jumlahnya. Terlebih lagi, wanita berpendidikan yang juga menjadi aktivis dakwah, tentu semakin sedikit.

Dan diantara sedikitnya jumlah akhwat aktivis dakwah yg berpendidikan, salah satunya ingin antum kungkung di rumah, padahal ilmu dan ghirah akhwat-akhwat ini adalah potensi untuk pengembangan umat. Liatlah, ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di kampus bisa menggerakkan umat sesuai bidangnya. Semangat dakwahnya bisa memahamkan perempuan-perempuan lain. Dia bisa jadi peningkatan pemahaman para muslimah, setidaknya bisa mewarnai perempuan di lingkungan sekitarnya dengan nilai-nilai islam.

Minimal, jika antum ga suka dia bekerja. Pastikan dia tetap aktif berkegiatan di luar. Entah di PKK atau organisasi kemuslimahan. Dia bisa bergerak dalam isu pemberdayaan perempuan, ketahanan keluarga juga penyelamatan anak.

Wanita yang jadi istri antum yang berpendidikan juga aktivis dakwah itu memiliki kemampuan pengembangan umat. Jika antum tahan di rumah dan tak menyebar manfaat diluar. Sama saja antum memangkas potensi umat untuk berkembang." Ungkapku kepadanya.

Dia mengangguk dan setuju bahwa umat membutuhkan wanita-wanita yang menggunakan ilmunya dan pemahaman agamanya untuk mengembangkan umat. Agar penyebaran nilai-nilai islam di masyarakat lebih besar lagi.

#MelangkahMenginspirasi

Tersenyum Bersamamu, Selamanya

Berulang kali aku tulis bait-bait puisi. Namun berulang kali juga aku menghapusnya. Entah sudah seberapa banyak kalimat yang telah dihilangkan, entah sudah sekian sajak yang urung diungkapkan.

Ingin rasanya aku ucapkan semuanya. Mengutarakan segala sesak di dada, menyampaikan setiap jengkal rasa di jiwa. Namun tanpa kukira ternyata lidah ini kelu. Ia membeku, tak menentu.

Padahal sudah kubayangkan metafora yang menggugah mata. Telah aku pikirkan prosa menyentuh rasa.  Akan tetapi ia tak sampai aku tuangkan menjadi aksara, apalagi kata hingga bicara. Hanya tertahan oleh diri yang tak berdaya.

Menyedihkan bukan? Karna memang hal yang paling memilukan di dunia ini adalah menjadi bagian yang tak berdaya.

Ketika ingin memberi segala keindahan, rupanya tak sanggup. Saat ingin mempersembahkan kemewahan, ternyata tak mampu. Ingin suguhkan kesempurnaan, namun tak bisa berbuat apa-apa.

Maka izinkan aku urungkan segala mimpi hiperbola masa depan yang ingin ku jalani denganmu. Aku ingin menyederhanakannya. Agar ini tak rumit, dan engkau dapat mengerti. Supaya cepat dipahami. Dan kita dapat saling berbagi juga memiliki.

Aku hanya ingin...
Tersenyum bersamamu, selamanya.

Maukah engkau? 

Masa Muda Kita Untuk Apa?

Pernah ga sih mencoba sekedar menjawab pertanyaan "masa muda kita digunakan untuk apa?", sebelum pertanyaan ini benar-benar ditanya ketika di akhirat sana?

Pernah ga sih mencoba-coba merekam ulang kehidupan kita. Selama masih diberi kenikmatan usia muda, kita habiskan buat apa?

Sibuk hanya mengejar harta? Hingga setiap detik hanya memikirkan uang dan uang. Setiap kegiatan dihitung-hitung keuntungan finansialnya. Mati-matian untuk kehidupan mewah lagi melimpah.

Atau mengejar pangkat? Hingga setiap saat hanya berjuang mengejar ambisi dunia. Sikut kanan, sikut kiri, injak bawahan dan jilat atasan. Segala cara dicari agar dapat kehormatan, segala daya digunakan agar dapat jabatan.

Atau mungkin, hanya mengejar nafsu belaka? Hanya hura-hura dan senang-senang, menghabiskan waktu dengan ngehedon ria. Menikmati kebebasan hasrat juga syahwat. Melupakan batas adat apalagi syariat.

Sudahkah kita bertanya, apakah ada kebermanfaatan di usia muda kita? Manfaat bagi dunia dan akhirat kita. Manfaat untuk memperbaiki lingkungan sekitar kita dan manfaat untuk mengurangi kemaksiatan yang ada di hadapan kita.
Sudahkah kita bertanya, buat apa masa muda kita habiskan?
Sudahkah bermanfaat?

#MelangkahMenginspirasi

Semuanya Sudah Akurat

Tak ada yang belum diatur. Allah Azza wa Jalla sudah menciptakan apapun secara sempurna. Segalanya sudah terkonsep. Semuanya sudah tertulis di Lauhul Mahfudz.

Setiap manusia, sudah ada takaran rezekinya, tak ada yang terlalu banyak, tak ada yang terlalu sedikit.

Setiap insan, sudah ada takaran waktunya,
tidak ada yang terlalu cepat, juga tak ada yang terlambat.

Semuanya sudah akurat, jelas dan takkan salah.

Tapi kadang kita saja yang sok tahu. Membuat persepsi sesuai kebanyakan orang. Membuat lintas pemikiran seperti apa adanya di masyarakat.

Katanya, sukses itu harus kaya, mapan itu berpenghasilan melimpah ruah. Uang harus banyak, mobil mewah dan rumah megah. Jika belum tercapai, engkau akan dipandang sebelah mata. Bahkan oleh orang-orang sekitarmu. Suaramu tak di dengar, pendapatmu tak digubris. Engkau hanyalah butiran debu bila tanpa itu. Anak ingusan yang sok bermutu.

Karna itu semua, kita jadi sok tahu akan apa yang terbaik buat kita, terbaik untuk keluarga kita, terbaik untuk sanak saudara kita, terbaik untuk teman-teman kita. Lalu memaksakan apa yang kita tahu. Hingga segalanya dihitung dengan angka-angka. Gaji, harta, usia dan segalanya tentang dunia. Lupa akan takdir, lupa akan keajaiban Sang Maha Pencipta.

Jadi berhentilah sok tahu akan jalan cerita sendiri dan orang lain. Allah sudah punya takaran yang tepat untuk masing-masing kita. Syukur dan sabar dengan apa yang di gariskan-Nya juga berdoa.

Bukan malah sok menilai apa yang lebih tepat untuk diri sendiri, apa lagi orang lain.

#MelangkahMenginspirasi

Begitulah Cinta

Begitulah cinta, kala kita telah mencintai sesuatu. Seletih apapun tubuh kita memenuhi seruannya. Berulang kali diri merasa ingin meninggalkannya. Namun tetap saja, cinta akan tetap memanggil kita untuk menemuinya. Mengerjakan apapun yang ia mau. Walau keringat bercucuran, air mata menetes, darah tercurah, hingga tubuh tersungkur. Ia akan tetap memaksamu melaksanakan pintanya.

Dan dengan anehnya, kita akan senang hati mengerjakannya. Merasa tidak ada hal yang berat ketika menjalaninya. Walau memang sesekali kita merasa ingin menyerah, berhenti, lalu pergi. Namun ketika cinta itu menghimbau kembali. Dengan seketika kita melupakan keletihan itu semua, tak menghiraukan kata-kata kita sebelumnya yang ingin meninggalkannya. Seruannya bagaikan sihir yang menghipnotis diri hingga kita akan paripurna berjuang untuknya.

Lalu sebuah pertanyaaan hadir. Bagaimana bila cinta itu mengalir ke sesuatu yang dibenci Allah? Maka kita akan senang hati melakukan kemaksiatan. Menambah pundi-pundi dosa. Berbuat berbagai keburukan dengan rasa tak bersalah. Bahkan segala kekeliruan yang diperbuat itu menjadi sebuah hal yang kita rasa benar. Hingga kita tak memedulikan orang lain yang menyampaikan kebenaran kepada kita, walau itu adalah kebenaran yang hakiki.

Jadi, arahkanlah cinta kita kepada Sang Maha Cinta serta hal yang dicintai-Nya. Agar setiap kerja-kerja cinta kita menjadi sesuatu hal yang menambah hitungan amal baik kita. Bukan romansa kosong tanpa makna.

Maka berhati-hatilah dalam mencinta. Jika kita salah, hidup kita akan sia-sia.

#MelangkahMenginspirasi

Tidak Masalah, Tersenyumlah

Tidak masalah, tersenyumlah, walau kadang berat, walau pelik dan menyesak dada.

Tidak apa-apa, tersenyumlah, walau sempit hati terasa, walau penat dan sakit di raga.

Tidak mengapa, tersenyumlah, walau perjuangan terasa sepi, memanggul segala beban sendiri dan tidak ada yang peduli.

Tersenyumlah.

Karena masalah dan beban pasti akan tiba. Namun kebahagiaan tak boleh sirna.

Tersenyumlah.

#MelangkahMenginspirasi

Asal Tidak Bermaksiat dan Tidak Pula Merugikan Orang Lain, Lakukanlah

Saya termasuk orang yang tak begitu rigid, bagi saya banyak hal yang permisif. Beberapa hal yang saklek oleh orang, bisa lebih santai dalam pandangan saya.

Standar kebebasan seseorang bagi saya sederhana sekali. Menurut saya, manusia boleh berinovasi, berbuat sekreatif dan sebebas mungkin asal tidak maksiat dan juga tak merugikan orang lain. Jika dua hal itu terpenuhi, berbuatlah sesuka hati.

Bagi saya, jika seseorang telah memenuhi dua hal ini, dan masih saja kehidupan pribadinya banyak yang ngomentari dan sok tahu. Maka cukuplah saya simpulkan, sang komentator adalah orang yang amat suka mengurusi orang lain. Berbicara seenak jidat dan tak dipikirkan. Berucap hanya untuk menunjukan superior dan digdaya. Bahwa dia lebih paham segalanya.

Kadang sang komentator berkata bijak namun menyayat jiwa. Memberikan jalan hidup sesuai pola fikir dirinya. Memberikan standar karya dan keputusan seperti apa yang diotaknya. Seakan-akan semua hal harus sama dengan ucapnya. Ibarat baju, mereka memaksakan semua orang sama ukuran sepertinya.

Inilah tindak tanduk kuno yang kaku dan tertutup akan perubahan. Segala hal yang tidak sesuai dengan kebiasaan mereka caci, sindir juga hinakan. Sesuatu yang tidak sama dengan kehidupan mayoritas masyarakat, mereka pandang rendah dan digunjingkan.

Jadi, tak perlu kita pikirkan pola pikir primitif macam itu. Jika tindakanmu, karyamu dan keputusan hidupmu bukanlah sebuah maksiat dan merugikan orang lain. Lakukanlah, engkau berhak akan itu.

Tapi ingatlah, sebaik-baik perbuatan, adalah amal shalih dan kebermanfaatan bagi sesama.

@azmulpawzi
#MelangkahMenginspirasi

Tak Perlu Ada Penjelasan

Maka benar perkataan Ali bin Abi thalib, "tak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun. Karena yang mencintaimu tidak butuh itu, dan yang membencimu tidak percaya itu". Jadi tak perlu engkau jelaskan.

Jika memang fitnah-fitnah, sindiran dan caci maki itu datang kepadamu. Baik didepan maupun dibelakangmu, biarlah. Orang yang mencintaimu takkan mempercayainya. Orang menyayangimu, takkan juga mempedulikannya.

Bahkan jika seandainya, engkau jelaskan dirimu sedemikian rupa. Mereka yang benci kepadamu, mereka yang dengki kepadamu, mereka yang tidak menyukaimu. Akan terus menghinamu, mengunjingmu, menjelek-jelekkanmu.

Menjelaskan apapun itu, hanya akan menghabiskan energimu. Menyayat-nyayat hatimu. Melukai perasaanmu.

Maka, biarlah. Biarlah mereka berkata apapun. Engkau hanya akan tahu siapa yang sebenarnya menyayangimu. Dan siapa pula yang membencimu.

Lagi pula, Allah tidak menghisab kita dari prasangka manusia. Tapi kita akan diadili atas kenyataan perbuatan kita.

Jadi, biarkanlah.

#MelangkahMenginspirasi

Terima Kasih Telah Meremehkan

Terimakasih telah merendahkan, memandang diri tak ada potensi dan kesempatan.  Menganggap diri tak bisa apa-apa. Pecundang rapuh yang tak berdaya.

Terima kasih telah menertawakan. Menilai segala mimpi ini adalah lelucon dan candaan. Membicarakan diri ini dengan gelak tawa dan nada miring penghinaan.

Terima kasih telah melihat sebelah mata. Menatap dengan mata penuh cemo'ohan. Melupakan diri ini seakan-akan tak ada dan tak berguna.

Terima kasih telah meremehkan, karenanya hidup ini lebih menantang dan menyenangkan. 😊

#MelangkahMenginspirasi
. 📷 Danau Toba, Sumatera Utara

Berhentilah Men-Judge Orang

Kadang saya ga habis fikir ya. Kadang bener juga sosmed ini bikin orang jadi suka ikut campur urusan orang lain dengan sangat jauh. Terutama pilihan-pilihan orang.

Baru-baru ini saya dengar orang-orang mengkomentari seorang artis melepas jilbab. Dan ini jadi bahan gunjingan banyak orang. Bahkan sampai di orang-orang sekitar saya.

Awal saya ga pikirin info ini. Tapi setelah salah satu teman saya bicara dengan wajah kecewa membicarakan ini artis.
Saya karna geram denger orang gunjing depan saya, saya bilang aja. "Emang dengan lepasnya jilbab dia, hilang ke imanan kamu? Ga pantas kita kecewa cuma gara-gara artis buka jilbab doang." Ini kayak gini kata-katanya gara-gara temen, jadinya bisa se-slow ini. Udah tafahum soalnya. #eeaaa

Secara langsung memang saya cuma denger beberapa orang. Tapi kalo di sosmed, orang-orang ini semakin menjadi-jadi. Banyak postingan tentang ini.

Oke lah berjilbab wajib, tapi apakah dengan orang melepas jilbab atau tak melaksanakan kewajiban lain atau bahkan melakukan maksiat, kita jadi boleh gosipin orang ini? Kita jadi boleh meluapkan kata-kata kekecewaan kepada orang ini? Kita merasa lebih mulia gitu?

Plis deh ya, jangan gampang men-judge orang. Konsekwensi iman memang resah melihat kemungkaran, tapi mencegahnya bukan dengan digunjingin. Paling minimal do'akan saja. Tanpa menghakimi atau mengosipkan.
Kalau mau menasehati, dengan chat pribadi aja. Bukankah menasehati di kolom komentar sama saja mengkomentari di depan orang banyak? Soalnya siapa saja bisa melihat komentarnya. Ingat, ngasih nasihat di depan banyak orang itu bukan akhlak seorang da'i.

Aktivis Gunjing

Salah satu kehebatan manusia zaman now adalah tidak pernah kehabisan bahan gunjing. Tidak melakukan kewajiban, digunjing. Ngerjain maksiat, digunjing. Bahkan melakukan hal baik tapi tidak sesuai dengan pikirannya, digunjing.

Mereka sangat aktiv dalam menggunjing, bahkan sangat militan layaknya seorang aktivis. Keahlian kemampuan aktivis gunjing ini pun ada yang newbie hingga profesional. Jago cari sumber kekurangan, ahli membesar-besarkan kesalahan, hingga pakar pembuat berita gunjing yang cetar.

Siapapun bisa jadi objek gunjingan. Artis, temen, sahabat, bahkan keluarga adalah objek menarik untuk digunjing. Apalagi kalo ustaz, beh makin jadi-jadi gunjingnya. Makin dekat agama dia, makin asik digunjingin.

Ekspresi yang dihadirkan para aktivis gunjing ini pun sangat variatif. Kadang heran dengan embel-embel "kok bisa ya?", "ih ga nyangka deh, ngaji tapi kayak gitu." Atau ekspresi menghakimi dengn kata "tuh gue bilang juga apa, dia kan..." , "dia mah munafik.." dan banyak ekspresinya.

Begitulah cerita aktivis gunjing zaman now. Suatu hal yang pasti para penggunjing ini adalah menunjukkan superior. Semangat mereka adalah : Ana khairu minhu, saya lebih baik dari dia. Aktivis gunjing menunjukkan bahwa pegunjing lebih baik dari pada objek digunjing.

Ada yang sudah hijrah menyampaikan kesalahan yang belum hijrah dengan embel-embel "gue kan udah ngaji, dia suka maksiat". Ada yang belum hijrah menceritakan kesalahan yang sudah hijrah dengan embel-embel "mending gue masih kayak gini, tapi ga munafik kayak dia." Na'udzubillah.

Mari kita hindari dari sifat para aktivis gunjing. Karna relakah kita memakan bangkai saudara kita. Menghabiskan pahala kita dan menjadikan kita manusia paling bangkrut. So, jauhi gunjing.

#MelangkahMenginspirasi

Pemuda, Ilmu dan Takwa

Imam Syafi'i pernah berkata, "Demi Allah, Hakikat kehidupan pemuda adalah dengan mencari ilmu dan bertaqwa, bila keduanya tak mewujud, maka tak ada jatidiri padanya."
.
Jadi jika seorang pemuda tak memiliki satu diantara dua hal ini. Maka hilanglah jatidirinya sebagai pemuda. Lenyap tak berbekas. Ditelan arus hedonisme. Terbawa nafsu syahwat juga syubhat. Melupakan tugas dirinya sebagai seorang hamba dan manusia.

Padahal jika kita menilik apa yang disampaikan imam syahid Hasan Al Banna bahwa "Dalam membangun peradaban, tekad pemuda adalah pilarnya, idealisme pemuda dalah pondasinya, dan aksi pemuda adalah panji-panjinya."

Maka seharusnya pemudalah tonggak kebangkitan, pemudalah aktor-aktor kejayaan. Tapi jelaslah jika tanpa ilmu dan ketakwaan. Pemuda hanyalah zombie hidup. Bergerak, namun tanpa ruh.
Selayaknya ungkapan imam Syafi'i "Barangsiapa yang tidak belajar di waktu mudanya. Bertakbirlah 4x atas kematiannya."

Tanpa semangat menuntut ilmu, seorang pemuda itu sesunggunya telah mati sebelum kematian sesungguhnya tiba.
Maka bersemangatlah kita dalam mengejar ilmu. Bertekadlah kita dalam memperkuat ketakwaan.

Karna dengan dua hal inilah kita akan menjadi pemuda terbaik di dunia dan dipuji di akhirat.

#MelangkahMenginspirasi

Mempersiapkan Pemimpin

Likulli marhalatin rijaluha wa likulli marhalatin masyakiluha-Setiap masa itu ada pemimpinnya  dan setiap masa itu ada masalahnya tersendiri.

Masa yang kita lewati, tentu berbeda dengan generasi sebelum kita. Begitu pula masa kita juga berbeda dengan masa generasi setelah kita.

Setiap masa ada tantangan tersendiri, ada permasalahannya masing-masing. Maka tak pantas rasanya jika perjuangan kita disamakan dengan perjuangan zaman penjajah atau zaman orde baru.

Jadi tak perlu ada yang merasa zaman saya lebih keren, zaman dia lebih dahsyat. Karna setiap zaman ada bentuk kontribusinya masing-masing.

Namun satu hal yang pasti adalah setiap generasi wajib mempersiapkan generasi selanjutnya. Agar estafet perjuangan cita tak mundur bahkan berhenti. Agar spirit kejayaan tak sirna.

Karna dalam islam-pun tak boleh kita meninggalkan generasi yang lemah. Terlebih lemah iman dan ketakwaan. Jadi kewajiban kita bersama mempersiapkan pemimpin untuk masa depan.

Dari dulu, saya selalu berpegang teguh pada sebuah pernyataan "Menjadi pemimpin memang hebat, namun membentuk pemimpin hebat jauh lebih dahsyat."
.
Sudahkah kita bersiap dan mempersiapkan generasi kuat untuk cita-cita jangka panjang kita bersama?

#MelangkahMenginspirasi
#kkp2017
.
📷dalam agenda Kawah Kepemimpinan Pelajar 2017

Aku Berharap Engkaulah Rumah

Jiwaku petualang,
dengan kumpulan langkah jauh membentang.
Berkeringat mencari pangan dan sandang.
Tetap maju walau kadang luka menghadang.

Jiwaku petualang,
Bukan berarti aku tak ingin pulang.
Karena setiap perjalanan tak selamanya berujung panjang.
Pasti selalu ada rasa ingin kembali yang tak mampu terhalang.

Sekuat apapun jiwa seorang petualang,
Setangguh apapun raga sosok pejuang.
Mereka selalu membutuhkan tempat untuk pulang.

Begitu juga aku,
Aku ingin pulang,
Melihat senyum hangat ditemani kopi nikmat.
Membangkitkan semangat hingga meraih rahmat.

Aku tak ingin memilih, karena ku tak ingin menjadikanmu pilihan.
Aku ingin mengukuhkanmu sebagai tujuan.
Tempatku kembali setelah letih membanting tulang.
Tempatku berteduh saatku rapuh menatap masa depan.

Dan aku berharap engkaulah rumah.
Yang ku jadikan tujuan setelah di luar memenuhi amanah.
Tempat ku kembali dan menyapamu ramah.

Aku berharap engkaulah rumah,
Karna ku tak ingin hanya sekedar berkemah,
Yang hanya bersemayam sejenak hanya untuk singgah.

Aku berharap engkau rumah, menikmati hidup ini walau kadang payah.
Mengobati hati kita walau kadang gundah.

Aku berharap engkaulah rumah.
Seatap bersamamu dalam sakinah.
(2017)

#MelangkahMenginspirasi
#SewinduMenataRindu 

Mencintai dengan Sesungguhnya

Mencintai adalah gabungan antara gagasan, emosi dan tindakan. Karna emosi atau perasaan cinta yg besar saja tidak cukup untuk mencintai. Rasa sayang yang meluap pun belum memadai dalam proses mencintai.

Harus ada gagasan di dalamnya. Gagasan untuk saling tumbuh berkembang. Mencapai tujuan yg digariskan bagi setiap manusia sebagai hamba Sang Pencipta. Agar cinta tidak hanya tentang dunia. Namun juga sebuah visi untuk bersama menggapai surga.

Mencintai juga harus ada tindakan disana. Tindakan untuk menjalankan gagasan, dan menuangkan perasaan. Perbuatan untuk senantiasa memberi. Usaha yang menunjukkan bahwa benarlah kita mencintai dengan sesungguhnya. Sebuah panggung pertunjukan cinta untuk objek yg dicintai.

Tanpa ketiga hal ini. Kita tidak akan mampu mencintai dengan sesungguhnya.

Apabila mencintai hanya sekedar emosi, maka hanya akan menjadi insan penebar janji romantisme. Seorang penggombal ulung.

Apabila mencintai tanpa gagasan, maka hanya akan membuat sebuah hubungan tali kasih sayang berujung kebosanan. Karena tak tumbuh, tak berkembang. Juga tak tentu arahnya. Stagnan dan tidak dinamis. Karena tak ada tujuan bersama. Tak ada mimpi yang ingin diwujudkan.

Apabila tanpa tindakan, mencintai hanya omong kosong belaka. Hanya pengkhayal yg ingin kesenangan. Namun tak ingin berbuat. Dan apabila tanpa emosi, itu bukanlah cinta.

Jadi, mari kita mencintai dengan sesungguhnya. Dengan memastikan bahwa cinta kita terdapat gagasan, emosi dan tindakan didalamnya.
(2017)

#MelangkahMenginspirasi
#SewinduMenataRindu

Tetap Berujung Surga

Bentuk awal cinta boleh berbeda, namun akhirnya harus tetap mulia. Para Nabi adalah contoh kehidupan yg menawan. Patut di ikuti. Begitu dalam kehidupan cinta.

Contoh pertama, layaknya Sang Rasul Muhammad  SAW dan ummul mukmini Khadijah. Sejak awal cinta mereka bermuara ketaatan. Dari hulu hingga hilir perasaan mereka suci. Perbuatan mereka lurus dan bersih. Hingga meninggal salah satu di antara dua sosok manusia mulia ini, cinta mereka tetap utuh dalam ketaatan kepada-Nya.

Contoh kedua, layaknya dua pasangan pertama di muka bumi. Selayaknya manusia apa adanya. Kedua insan mulia ini khilaf dalam perjalanan awal cinta mereka, Adam AS dan Hawa berbuat sebuah dosa. Godaan memakan buah khuldi tak mampu mereka tepis.

Namun kesalahan itu tak berlanjut. Mereka menyesal, lalu bertaubat. Meluruskan arah cinta mereka. Memantapkan tujuan hubungan mereka. Hingga ketaatan demi ketaatan kepada-Nya mewarnai kehidupan dua manusia pertama.

Kedua kisah cinta ini, sama-sama mulia. Sama-sama berujung surga.

Jika kisah cinta kita seindah Nabi Muhammad SAW dan Khadijah, maka bersyukurlah. Tetap istiqamahkan kisah itu hingga surga.

Jika awal cinta kita khilaf layaknya Nabi Adam As dan Hawa. Ada maksiat dalam langkah awalnya. Maka cepatlah perbaiki arah cinta kita, bertaubat dan kembali taat kepada-Nya. Agar cinta ini tetap berjalan menuju surga-Nya.
(2017)

#MelangkahMenginpirasi

Memenuhi Hak Anak Sebelum Dia Lahir

Selayaknya ada anak durhaka, Umar bin Khattab yang dikutip dalam kitab Tanbih Al-Ghafilin juga mengungkapkan ada orangtua yang durhaka. Orangtua macam apa? Orangtua yg tidak memenuhi hak-hak seorang anak.

Setidaknya ada 3 hal hak seorang anak menurut Khalifah Umar ibn Khattab.
1. Ia harus mencarikan seorang ibu yang shalehah untuknya.
2. Memberikan nama yang bagus.
3. Mengajarkannya al-Qur’an.

Dua terakhir adalah hak anak saat mereka telah lahir. Dan yang pertama adalah hak anak sebelum dia lahir.
Hal ini juga seperti apa yang dicontohkan Abu Aswad Ad-Du’ali, sang ulama pakar ilmu nahwu.

Ia pernah berkata kepada anak laki-lakinya, “Wahai anak-anakku, aku telah berlaku baik terhadap kalian pada saat kalian masih kecil sampai besar, bahkan sebelum kalian dilahirkan”.
.
Anak-anaknya pun berkata, “Bagaimana ayah berbuat baik sebelum kami lahir?" Ad-Duali menjawab, “Aku telah mencarikan untukmu sosok seorang wanita yang dapat merawat, menjaga dan tidak membuat kesulitan bagimu”.
.
Jadi memilih ibu shalihah sebelum anak lahir adalah hak seorang anak. Ibu yang mampu menjaga iman dalam dada mereka, menanamkan akhlak yang baik. Serta membangkitkan ketakwaan kepada Allah dalam diri sang anak.

Maka sudah sepantasnya seorang muslim mencari muslimah shalihah sebagai ibu dari anak-anaknya. Karna ibu adalah madrasatul ula, sekolah utama seorang anak.

Dan tentu saja para lelaki muslim selain mencari ibu yang shalihah untuk anak-anaknya kelak. Juga harus menambah keilmuan dan memperbanyak amal shalih. Karna mereka akan menjadi ayah. Pemimpin rumah tangga, pendidik anggota keluarga dengan nilai-nilai islam, menanamkan ajaran qur'an dalam hati-hati mereka, pemberi teladan serta penanggung jawab dari kesalahan-kesalahan istri dan anak-anaknya.

Jadi, sudahkah kita menyiapkan diri untuk mencetak generasi islam tangguh masa depan?

#MelangkahMenginpirasi
#SewinduMenataRindu

Mengabaikan Waktu Sejenak

Engkau pernah berkata, “hanya waktu yang dapat menjawab.” Dan seketika aku tak mengerti, sungguh. Begitu banyak manusia yang menjadikan waktu sebagai subjek penyelesai masalah.

Padahal waktu hanyalah rangkaian alam yang berputar terus menerus. Ia tuli, tak dapat mendengar permintaan. Hingga parau suara kita berteriak, ia takkan berhenti walau hanya sejenak.

Waktu juga bisu, ia tak dapat memberi jawaban. Sebanyak apa pun pertanyaan yang kita tulis, hingga habis seluruh lautan jika dijadikan tintanya. Tetap saja, waktu tak dapat memberi tanggapan.

Ia buta, tak dapat melihat sekitar. Ia juga mati rasa, karena tak peka mengartikan kepedihan dalam jiwa. Ia adalah ciptaan Tuhan yang tak berdaya, yang ia ketahui hanyalah berjalan dan bergerak tiada jeda. Ia adalah lambang keegoisan sejati, ia merupakan simbol nyata sifat apatis di dunia.

Manusia macam apa yang masih meminta jawaban dari waktu? Bukankah ia tak dapat berbuat apa-apa. Seharusnya manusia itu sendiri yang menjawab setiap pertanyaan, menanggapi rentetan keresahan. Bukan malah menggantungkannya kepada waktu, karena jika kita masih berharap waktu menyelesaikan masalah kita. Maka jadilah kita makhluk tak berdaya lainnya.

Mari abaikan waktu sejenak, bukan untuk membuang waktu. Tetapi memfokuskan pencarian jawaban kepada dirimu. Tenangkan saja setiap resah dalam hatimu.

Merenunglah juga berdo’a, cari setiap jawaban, dan tentukan pilihan terbaik. Bisa saja Allah langsung memberikan jawaban pasti akan berbagai pertanyaan besar dalam hidupmu.

Seperti pertanyaan yang sering engkau sebutkan kepadaku. Apakah masih ingin menunggu atau berujar jujur kepadanya?

#MelangkahMenginpirasi
#SewinduMenataRindu