Selasa, 25 Agustus 2015

Menyatu

Karena pada dasarnya kita diciptakan berbeda.
Aku adalah kiri, kau pun kanan.
Kita layaknya dua sisi yg berlawanan.
Kau berjalan dijalanmu, dan aku berjalan di jalanku.

Namun, aku tau pasti. Bahwa suatu saat nanti.
Perbedaan ini menjadi penyatu yang indah di jalan itu.
Jalan yg mempertemukan jalan mu dan jalanku.

Hingga pada waktunya, kita akan berjalan beriringan, melangkah bersamaan.
Juga pada satuan detik itu, kita seperti layaknya kaki yang berpasangan.
Kau tanpa aku adalah sebuah kepayahan.
Aku tanpa kamu adalah sebuah kepincangan.
Kita saling menyempurnakan dalam berbagai sisi kehidupan.

Maka sampai saatnya tiba.
Kita biarkan saja rasa yang membuncah itu dalam keterdiaman.
Tak perlu berkobar kuat hingga banyak pasang mata yg melihatnya.
Tak perlu ia melengking tinggi hingga ribuan pasang telinga mendengarnya.
Biarkan ia tersusun rapi dalam ridho-Nya.

Karena memang pisah memiliki teman bernama temu. Dan sepi memiliki teman bernama kebersamaan.
Dan keberpisahan dalam kesepian ini akan terbayar suatu saat nanti dengan pertemuan yang meneguhkan kebersamaan yang suci.

Aku kiri, dan kau pun kanan. Dan suatu saat nanti, Dia akan mempertemukan langkah-langkah berbeda kita. Dalam kesatuan yang harmonis dan tentunya indah dalam ketenangan cinta keberkahan.

#MelangkahMenginspirasi
Azmul Pawzi


Kenapa Rupiah Melemah Terhadap Dollar?


Gonjang-ganjing turunnya nilai mata uang negara kita terhadap dollar yang menerobos angka Rp 14.000 semakin marak di masyarakat kita. Masyarakat cemas dan khawatir akan keadaan ini. Walau sebagian orang tak paham akan keadaan yang melanda kurs mata uang kita ini. Namun mereka merasakan dari naiknya Sate Padang, Bakso, hingga rendang di rumah masakan padang yang ukurannya semakin imut.


                Disini saya mencoba mengulas sedikit, kenapa rupiah menurun nilainya. Atau dalam bahasa ekonominya, rupiah terdepresiasi. Pembahasan kali ini tidak mendalam dan panjang lebar. Saya akan mencoba se-sederhana mungkin agar dapat dipahami oleh kita semua dan tidak ngantuk membacanya.

Turunnya nilai mata uang tidak hanya dirasakan oleh bangsa kita saja. Banyak negara-negara lain yang merasakan. Baik Malaysia, Turki, Brazil, India dan lainnya. Hal ini disebabkan karena membaiknya perekonomian Negara Amerika sejak krisis global tahun 2008. 

Amerika cukup “tertampar keras”dalam krisis 2008. Hingga pada akhirnya mereka mengambil kebijakan untuk menstimulasi perekonomian dengan menyuntikkan dollar dengan wadah obligasi yang dikenal sebagai quantitative easing. Dana stimulasi ini di investasi ke negara-negara berkembang termasuk ke Indonesia. Dan Amerika mendapat keuntungan dengan sistem ini cukup besar.

Setelah perekonomian amerika  membaik. Mereka ingin mengurangi stimulus dengan mengurangi pembelian obligasi secara bertahap. Kebijakan ini dalam bahasa ekonominya adalah  tapering off.

Nah, lalu apa dampak dari kebijakan ini? Dollar yang parkir di Indonesia dalam memodali perekonomian Indonesia pada pulang kampung dan meninggalkan Indonesia. Modal-modal yang nangkring mulai pergi, atau bahasa ekonominya capital outflow. Sehingga dollar menjadi langka dan permintaan akan dollar meningkat. Sudah hukumnya kalo permintaan meningkat maka nilainya akan naik. Maka ini yang membuat Dollar terapresiasi sehingga nilai mata uang di negara berkembang termasuk di Indonesia menurun.

Keinginan Bank Sentral Amerika, The Fed untuk menaikkan suku bunga juga menjadi salah satu faktor. Amerika yang mengurangi inflasi karena berkurangnya pengangguran membuat mereka berencana menaikkan suku bunga. Rencana ini juga yang membuat dollar naik nilainya.

Di tambah lagi keadaan dalam negeri Indonesia yang juga rapuh. Terlalu banyak modal asing yang lalu lalang di negara ini. Sehingga ketika modal itu pergi, maka lesu dan bahkan bisa pingsan perekonomian kita. 

Dampak dari defisitnya neraca perdagangan, atau bahasa simpelnya impor lebih besar dari ekspor selama 3 tahun terakhir, juga membuat rupiah menjadi lemah. Karena bila impor banyak, maka permintaan akan rupiah menurun. Ya juga sudah hukumnya kalo permintaan menurun, nilai juga turun.

Sebenarnya masih banyak faktor lainnya. Namun ini saja dahulu untuk menjawab sedikit pertanyaan dalam hati teman-teman. Jadi, memang benar faktor eksternal mempengaruhi dalam turunnya nilai mata uang kita. Tapi pemerintah harus cepat tanggap dalam menanggulanginya. Karena angka 14 ribu bukanlah kecil. Ia menjadi rekor terburuk pasca reformasi. 

Pemerintah harus bergerak, agar PHK yang terjadi di berbagai sektor industri dapat terhentikan, harga-harga yang melambung dapat di normalkan serta sate padang yang dagingnya mulai imut-imut mulai seperti sedia kala. Sekian ^_^.

Azmul Pawzi


Senin, 17 Agustus 2015

Bukankah?


Bukankah cinta memiliki teman bernama benci?
Lalu mengapa hujan selalu menjadi melodi sendu dalam gemuruh jiwa

Bukankah senyum memiliki teman bernama tangis?
Namun mengapa langit tak berbintang tetap menjadi ejaan hati yang tertusuk sembilu

Bukankah temu memiliki teman bernama pisah?
Lalu mengapa kelabu masih menjadi penjelasan aksara perih tanpa rasa

Terlalu banyak mengapa ketika kau tak mangerti apa yang kau hadapi

Karena ini bukan tentang kekosongan yang hampa tanpa ujaran
Ini tentang dimana mendung yang tiada hentinya memenuhi ruang otak.

-Azmul Pawzi-

Minggu, 16 Agustus 2015

Merdeka dari Kebodohan


70 tahun bukanlah angka yang muda untuk sebuah negeri. Ia telah bertambah usia, ia telah tumbuh dewasa, hingga ia telah bersiap-siap, memantapkan kuda-kuda. Dan pada akhirnya ia melompat tinggi, menjulang dan menjadi besar.

Dalam tumbuh kembangnya negeri ini. terkadang kita lupa. Kita begitu terfokus akan material yang terhampar indah di Nusantara. Kita terjebak pada keyakinan bahwa kekayaan terbesar bangsa ini adalah minyak, gas , tambang, atau bahkan lautan biru yang membentang atau hutan lebat menghijaukan dunia.

Ya benar, kita lupa bahwa sesungguhnya kekayaan Indonesia terbesar adalah manusianya. Kita merdeka bukan karena kekayaan alam kita, namun karena kemampuan sumberdaya manusia kita.

Maka coba renungkanlah, hal apa yang membuat kita terjajah?  Dan hal apa yang membuat kemerdekaan dapat kita raih. Oleh karena itu silahkan teman perhatikan, bahwa Allah mengkehendaki hanya mereka yang berilmu-lah yang akan membawa kemerdekaan.

Dapat kita saksikan sesama, mereka yang memproklamirkan kemerdekaan adalah para anak bangsa yang memiliki ilmu. Soekarno seorang Insinyur dari sebuah kampus yang kini kita kenal ITB. Atau bahkan Bung Hatta yang belajar ilmu di Rotterdam belanda dan kembali kenegerinya untuk mengusir belanda.

Ilmu adalah hal pasti untuk sebuah kemerdekaan. Dan ketahuilah, berilmu pada saat itu bukanlah hal mudah. Bagaimana kau bisa termotivasi belajar ketika Bangsa sebesar Indonesia ini, sebesar 95% penduduknya buta huruf. Tak dapat membaca.

Kebodohan menjangkiti bangsa dengan kekayaan alam ini. Maka terjajahlah kita. Beratus-ratus tahun lamanya. Tapi dapat kita lihat, atas takdir-Nya, Negara ini lahir dari tangan para intelektual.

Maka lihatlah kebenaran firman Allah pada ayat 11 surat Al-Mujadilah “..... Niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang berilmu beberapa derajat...”

Dan saksikanlah bahwa Allah menjadikan mereka yang berilmu menjadi orang-orang bermanfaat untuk membebaskan negeri ini dari keterjajahan hingga akhirnya kebodohan yang telah menjangkiti bangsa ini telah hampir sempurna hilang.

92 persen penduduk Indonesia telah melek huruf, namun jika kita perhatikan lebih dalam. Kebiasaan membaca bangsa ini begitu kurang. Bangsa Indonesia membutuhkan waktu 15 hari untuk membaca sebuah halaman. Begitulah hasil survey unesco.

Padahal membaca adalah kebiasaan orang-orang besar yang telah berperan penting dalam kemerdekaan bangsa.  Kita mengenal Tan Malaka yang hidupnya walau terusir dan berdiaspora ke negara-negara lain. Namun buku berpeti-petinya tetap menemani walau silih berganti hilang.

Kita juga mengenal bung hatta sang kutu buku yang telah melahap berbagai ilmu dari buku-buku. Kita dapat melihat banyaknya bacaan bapak proklamator ini dari koleksi buku di pustaka pribadinya.
Dan kita juga mengenal soekarno yang menguasai berbagai gagasan-gagasan besar dunia. Sehingga ia dapat memandu bangsa yang terbelakang hingga menuju sekarang.

Membaca adalah budaya para orang besar, membaca adalah kebiasaan para intelektual. Maka memperingati 70 tahun lahirnya negara ini, kami Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia membuat gerakkan #Baca25 untuk seluruh warga bangsa.

Gerakkan ini hanya mengajak setiap elemen masyarakat bangsa untuk membaca 25 halaman sehari. Mudah bukan? Tak perlu kita mengikuti Badiuzzaman Said Nursi yang dapat membaca seribuan halaman dalam sehari. Cukup 25 halaman. Maka kita dapat menyinari bangsa dengan ilmu.

Karena kami percaya, kebodohan adalah tanda masyarakat terjajah. Maka dengan membaca adalah cara meretas kebodohan tersebut. Mari membaca, agar bangsa ini sempurna merdeka dari kebodohan.

Azmul Pawzi
Koordinator Komisi A FSLDK Sumbar

Jumat, 14 Agustus 2015

Cinta yang Menyendiri


Pelik memang saat kita melihat tragedi hilangnya sosok yang dicinta dalam kehidupan. Ia perih, bahkan cairan asam yang tersiram dalam luka tidaklah lebih perih seperti yang dirasakan seorang patah hati. 

Orang-orang besar yang pernah tercatat oleh bumi ternyata pernah jua merasakan. Maka kita mengenal Sayyid Quthb dengan serial patah hatinya. Dalam sebuah disertasi tentang Sayyid Quthb, diceritakan bahwa seorang syahid di tiang gantungan ini pernah jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada sorot mata seorang gadis, yang dalam bahasa Sayyid Qutb,  bukanlah gadis yang cantik dalam pandangan orang mesir. Walau seperti itu, cinta Sayyid Quthb telah tercurah. Rasa itu telah mengalir deras, tak terbendung.

Maka ia pun bersiap meminang gadis itu, sebuah tragedi terjadi. Ternyata memang benar, kadang akal tak dapat mengikuti resonansi cinta. Dalam persiapan pernikahannya. Gadis itu jujur bahwa Sayyid Quthb bukanlah lelaki pertama yang mengisi hatinya.

Retak sudah harapannya. Keangkuhannya rutuh, amarahnya membuncah. Mimpi meminang gadis yang perawan fisik maupun hati telah usai. Gadis itu hanya perawan fisik. Dan Sayyid pun membatalkan segala hubungannya yang siap untuk menikah.

Namun, cinta itu telah terlanjur tercurahkan. Ia layaknya banjir membandang yang memenuhi hati sang Syahid. Dengan penuh penyesalan, ia kembali kewanita itu untuk melanjutkan pernikahan yang telah ia batalkan. Akan tetapi, gadis itu menolak.

Penolakkan itu beriringan dengan patahnya hati sang Sayyid Quthb. Dalam kelinglungan diri, ia curahkan segala perihnya hati dalam puisi, hingga terkumpullah bait-bait roman karya Sayyid Quthb. Hingga dalam fase kehidupan ia selanjutnya, ia dipenjara selama 15 tahun, dan berakhir di tiang gantungan dalam keadaan sendiri, ya benar sendiri.

Namun, dalam penjara itu, lahirlah Tafsir Qur’an fenomenal dari tangannya, Fii Zhilalil Qur’an. Sebuah Tafsir yang memiliki keindahan sastra yang di akui seantero muslim dunia.

Sama layaknya Sang Sastrawan hebat dari Pakistan, kahlil Gibran. Ia jatuh cinta, mata dan hatinya telah tertuju pada seorang gadis. Hingga cinta yang tak sampai itu membawanya menulis sebuah buku yang luar biasa berjudul “Sayap-sayap patah”. Hati mana yang tak tersentuh ketika membaca bait-bait syair dalam buku tersebut. Ia bagai ruh yang membawa kita kedalam dalamnya sakit yang dirasakan sang Kahlil Gibran.

Begitulah cinta, ketika ia meninggalkan kita sendiri. Hal apa yang akan kita lakukan. Terpuruk nista dalam kegalauan, atau merubah perihnya sakit hati menjadi karya yang dikagumi umat manusia. Para orang-orang besar memilih yang kedua. Karena cinta yang menyendiri bukanlah sebuah kenesatapaan. Ia memang menyakitkan, tapi ia dapat menjadi energi yang tak terkira kala kita bijak menggunakannya.

Sudahkah kau gunakan dengan baik kegalauanmu?