70 tahun bukanlah angka yang muda untuk sebuah negeri. Ia telah bertambah usia, ia telah tumbuh dewasa, hingga ia telah bersiap-siap, memantapkan kuda-kuda. Dan pada akhirnya ia melompat tinggi, menjulang dan menjadi besar.
Dalam tumbuh kembangnya negeri
ini. terkadang kita lupa. Kita begitu terfokus akan material yang terhampar indah
di Nusantara. Kita terjebak pada keyakinan bahwa kekayaan terbesar bangsa ini
adalah minyak, gas , tambang, atau bahkan lautan biru yang membentang atau
hutan lebat menghijaukan dunia.
Ya benar, kita lupa bahwa
sesungguhnya kekayaan Indonesia terbesar adalah manusianya. Kita merdeka bukan
karena kekayaan alam kita, namun karena kemampuan sumberdaya manusia kita.
Maka coba renungkanlah, hal apa
yang membuat kita terjajah? Dan hal apa
yang membuat kemerdekaan dapat kita raih. Oleh karena itu silahkan teman
perhatikan, bahwa Allah mengkehendaki hanya mereka yang berilmu-lah yang akan
membawa kemerdekaan.
Dapat kita saksikan sesama,
mereka yang memproklamirkan kemerdekaan adalah para anak bangsa yang memiliki
ilmu. Soekarno seorang Insinyur dari sebuah kampus yang kini kita kenal ITB.
Atau bahkan Bung Hatta yang belajar ilmu di Rotterdam belanda dan kembali
kenegerinya untuk mengusir belanda.
Ilmu adalah hal pasti untuk
sebuah kemerdekaan. Dan ketahuilah, berilmu pada saat itu bukanlah hal mudah.
Bagaimana kau bisa termotivasi belajar ketika Bangsa sebesar Indonesia ini,
sebesar 95% penduduknya buta huruf. Tak dapat membaca.
Kebodohan menjangkiti bangsa
dengan kekayaan alam ini. Maka terjajahlah kita. Beratus-ratus tahun lamanya.
Tapi dapat kita lihat, atas takdir-Nya, Negara ini lahir dari tangan para
intelektual.
Maka lihatlah kebenaran firman
Allah pada ayat 11 surat Al-Mujadilah “..... Niscaya Allah akan mengangkat
derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang berilmu beberapa derajat...”
Dan saksikanlah bahwa Allah
menjadikan mereka yang berilmu menjadi orang-orang bermanfaat untuk membebaskan
negeri ini dari keterjajahan hingga akhirnya kebodohan yang telah menjangkiti
bangsa ini telah hampir sempurna hilang.
92 persen penduduk Indonesia
telah melek huruf, namun jika kita perhatikan lebih dalam. Kebiasaan membaca
bangsa ini begitu kurang. Bangsa Indonesia membutuhkan waktu 15 hari untuk
membaca sebuah halaman. Begitulah hasil survey unesco.
Padahal membaca adalah kebiasaan
orang-orang besar yang telah berperan penting dalam kemerdekaan bangsa. Kita mengenal Tan Malaka yang hidupnya walau
terusir dan berdiaspora ke negara-negara lain. Namun buku berpeti-petinya tetap
menemani walau silih berganti hilang.
Kita juga mengenal bung hatta
sang kutu buku yang telah melahap berbagai ilmu dari buku-buku. Kita dapat
melihat banyaknya bacaan bapak proklamator ini dari koleksi buku di pustaka
pribadinya.
Dan kita juga mengenal soekarno
yang menguasai berbagai gagasan-gagasan besar dunia. Sehingga ia dapat memandu
bangsa yang terbelakang hingga menuju sekarang.
Membaca adalah budaya para orang
besar, membaca adalah kebiasaan para intelektual. Maka memperingati 70 tahun
lahirnya negara ini, kami Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK)
Indonesia membuat gerakkan #Baca25 untuk seluruh warga bangsa.
Gerakkan ini hanya mengajak
setiap elemen masyarakat bangsa untuk membaca 25 halaman sehari. Mudah bukan? Tak
perlu kita mengikuti Badiuzzaman Said Nursi yang dapat membaca seribuan halaman
dalam sehari. Cukup 25 halaman. Maka kita dapat menyinari bangsa dengan ilmu.
Karena kami percaya, kebodohan
adalah tanda masyarakat terjajah. Maka dengan membaca adalah cara meretas
kebodohan tersebut. Mari membaca, agar bangsa ini sempurna merdeka dari
kebodohan.
Azmul Pawzi
Koordinator Komisi A FSLDK Sumbar
0 komentar:
Posting Komentar