Sabtu, 20 Juni 2015

"Celakalah Orang yang Mendapati Bulan Ramadhan.."

Siapa yang ingin akan sebuah kecelakaan? Siapa yang mau di sebut orang celaka? Terlebih lagi saat yang menyebutkannya adalah bukan sembarang manusia. Melainkan manusia yang menjadi kekasih Sang Pencipta Alam semesta.  Siapa yang rela disebut celaka, apalagi mereka dikatakan celaka kala bertemu bulan mulia, bulan yang dirindui semua muslim sejati. Siapa yang sudi?  Tolong sebutkan padaku siapa?

"Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan.." Bagaimana bisa? Di bulan suci nan berkah ini, malah sebuah kecelakaan di sabdakan Rasulullah Habiballah. Bagaimana bisa? Padahal Rasulullah dalam riwayat bukhari pernah bersabda pula "Sesiapa yang mendirikan ibadah dalam bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan ihtisab" Lanjut beliau "akan diampunkan dosa-dosanya yang lalu". Maka apa yang terjadi hingga sebuah kecelakaan menimpa mereka yang mendapati bulan ramadhan?

Dan ternyata, memang begitulah keadaannya. Ternyata, dibulan yang pahala melimpah ruah, waktu-waktu mustajab berkeliaran, ampunan mudah diberikan. Masih terdapat manusia-manusia celaka. Seperti apakah manusia celaka itu? Mari kita lihat hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari ini.

Dari Kaab bin 'Ujrah ra
Rasulullah S.A.W bersabda: "Berhimpunlah kamu sekalian dekat dengan mimbar." Maka kami pun berhimpun. Lalu beliau menaiki anak tangga mimbar, beliau berkata: Amin. Ketika naik ke anak tangga kedua, beliau berkata lagi: Amin. Dan ketika menaiki anak tangga ketiga, beliau berkata lagi: Amin.
Dan ketika beliau turun (dari mimbar) kami pun bertanya: Ya Rasulullah, kami telah mendengar sesuatu dari engkau pada hari ini yang kami belum pernah mendengarnya sebelum ini. Lalu baginda menjawab: “Sesungguhnya Jibril (A.S) telah membisikkan (doa) kepadaku, katanya:
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dosanya tidak juga diampuni.”
Lalu aku pun mengaminkan doa tersebut............ (HR. Bukhari)

 Ya benar,  "Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dosanya tidak juga di ampuni". Begitulah rangkaian kata yang terlontar dari bibir mulia Rasulullah. Maka celakalah mereka, celaka, sungguh sangat celaka. Di bulan yang seharusnya menjadi ajang pengampunan dosa kita sangat hina itu. Di bulan yang seharusnya setiap deru nafas kita semakin mendekatkan kita kepada surga. Dibulan yang seharusnya rahmat-Nya turun kepada kita. Akan tetapi malah kecelakaan menghampiri kita.

Wahai saudaraku, masihkah kita bersantai ria melihat ramadhan ini terlewat begitu saja. Dalam dahaganya kerongkongan, kita masih melakukan kemaksiatan yang membuat kita jauh dari ampunanya. Aurat-aurat kita masih terbuka, berpacaran, bersentuhan dengan yang tak muhrim, gosip dan fitnah yang terucapkan. 

Hingga saat diri menahan lapar dan haus ini, Al-Qur'an enggan kita sentuh, Berdo'a enggan kita lantunkan dan bahkan shalat wajib-pun kita tinggalkan. Dan kita masih tertawa dengan rangkaian acara gurauan televisi yang tak berguna itu? Apakah seperti itu bulan ramadhan kita?

Marilah kita perjuangkan ramadhan kita, agar diakhir ramadhan nanti ampunan-Nya yang kita gapai, bukan malah sebuah kecelakaan.

Semoga bermanfaat.

 

Kamis, 11 Juni 2015

Logika Orang Puasa Harus Hormati Orang yang Tak Puasa


Pernyataan Pak Menteri Agama menarik rasanya untuk di kupas. Mereka yang berpuasa harus menghormati yang tidak puasa, biarkan tempat makan buka, tempat hiburan buka dan lain-lain. Saya geli rasanya mendengar itu,  ingin ketawa rasanya. Seakan-akan selama ini orang yang puasa semena-mena terhadap yang tidak puasa.  Dan yang saya bingung itu malah keluar dari seorang muslim, padahal yang ibadah itu orang yang puasa dan yang gak puasa gak melakukan ibadah puasa. Anehnya lagi yang mendukung statement itu juga muslim.

Saya teringat waktu kecil. Dulu bersama teman-teman kami ngobrol-ngobrol dan bercanda saat orang shalat di masjid. Itu terjadi pas lagi shalat sunnah, soalnya waktu shalat wajib kami masuk barisan shalat. Lalu  ada bapak-bapak yang datengin kami dan ceramahin kami kalo kami harus menghormati orang yang beribadah seperti shalat sunnah. Semenjak itu kalo kami lagi di masjid, kalo ada yang rebut langsung kita bilang “ssssttt... Orang sholat woy, diem apa lu”.

Nah kalo logika Pak Mentri di pakai, sang bapak-bapak akan bilang ke orang yang sholat “Kalian harus hormati mereka yang ngobrol-ngobrol, itu kan hak mereka”. Kan begitu jadinya. Atau kita ambil contoh di agama lain. Kalo misalnya ada remaja yang lari-larian di gereja ketika jamaat gereja lagi doa, pasti ada yang melarang, karena kita sebagai makhluk beragama harus ngehormati yang lagi ibadah.  Bukan mereka yang berdoa harus menghormati yang lari-larian. Bener kan?

Logika pak mentri ini kebablasan kebaliknya. Lagi pula umat beragama selain islam udah pandai ko nyari makan walau tempat makan ditutup. Sejak SD, SMP hingga SMA teman saya yang non islam banyak kok. Dan ketika bulan puasa, mereka kalo mau minum pasti minta izin atau bilang “Sorry nih gue minum dulu ya” atau yang mau makan akan menghindar dari mereka yang puasa karena menghormati muslim yang puasa. Ini malah muslimnya yang nyeleneh, mentri agama pula lagi.

Menutup tempat makan ini atau seenggaknya tempat makannya yang tertutup itu penting. “Tugas kita kan puasa dan menahan dari godaan apapun” Ya itu benar, tapi bagi yang dewasa. Tapi kalo anak-anak yang lagi belajar puasa bagaimana? Apa yang mereka fikirkan ketika melihat makanan lezat-lezat terpampang. Padahal belajar puasa harus sejak dini.

Kita harus paham logika seperti apa yang dibangun dalam mempengaruhi persepsi masyarakat. Jangan sampai muslim jadi korban karena logika nyeleneh para pimpinan.

Azmul Pawzi