Kamis, 30 April 2020

Momentum Meningkatkan Produktifitas

Bismillah.

Tak ada kesempatan paling baik untuk memperbaiki diri selain bulan Puasa. Tak ada momentum terbaik meningkatkan produktifitas amal selain bulan Ramadhan. Maka bersyukurlah kita telah dipertemukan dengannya.

Mungkin di sebelas bulan yang lalu, diantara kita mulai menurun semangat beramal. Tilawah yang mulai berkurang, shalat sunnah yang mulai jarang, atau infaq yang keluar hanya ketika ingat.

Atau mungkin diantara kita selama ini terjebak dalam maksiat yang sulit ditinggalkan. Seperti pacaran yang enggan diputuskan, bergunjing setiap kumpul dengan teman, berbohong terus-terusan atau perbuatan dosa lainnya.

Tapi Ramadhan ini bisa jadi waktu terbaik kita bertaubat dari segala maksiat. Ramadhan bisa jadi momentum perbaiki diri.

Karna memang bulan tercinta ini adalah bulan penuh ampunan, bulan bertumpuk pahala. Dimana semangat kita dalam beribadah meningkat, sedangkan keinginan bermaksiat menurun. Maka jangan sampai kita sia-siakan kesempatan ini.

Jika di bulan Ramadhan saja kita tak mampu memaksimalkan ibadah-ibadah kita. Lalu di bulan apalagi ? Jika di bulan Ramadhan kita tak mau bertaubat dari dosa-dosa kita. Lalu kapan lagi?

Semoga di bulan Ramadhan ini kita bisa meningkatkan produktifitas amal ibadah kita. Sehingga di Idul Fitri kelak, kita menjadi insan yang lebih bertaqwa.

#Ramadhan
#MelangkahMenginspirasi

Selasa, 21 April 2020

Buta Terburuk

Bismillah.

Ibad, buta terburuk di bumi ini adalah buta agama. Buta mata hanya akan menggelapkan apa yg terlihat. Namun buta agama akan menghitamkan hati dan terperdaya nafsu dunia.

Sepanjang hidupmu, meleklah dengan agamamu, Islam. Pelajari, pahami, dan jalani hidupmu dengan nilai Qur'an. Sadarlah bahwa kamu cuma hamba Allah yg kelak akan hidup di akhirat.

#MenjadiOrangtua
#MelangkahMenginspirasi

Seiring Sejalan

Tak ada sosok yang sempurna dalam jalinan pernikahan. Baik suami maupun istri sudah pasti memiliki kekurangan. Jika tak diatasi tentu akan mengikis hubungan.

Itulah mengapa pentingnya visi yang jelas sebelum akad diikrarkan. Sesuatu yang disepakati bersama untuk menjadi tujuan.

Tanpa visi, ego akan memimpin didepan. Tanpa tujuan, kita akan saling menyalahkan. Itulah pentingnya mencari pasangan yang satu pikiran.

Dalam menjalankan visi, tak ada yang lebih berperan. Semuanya memiliki kontribusi yang sama pentingnya untuk mencapai tujuan.

Karna suami pasti punya kekhilafan. Istri-pun juga punya kesalahan. Dan setiap pihak wajib menasehati dalam kebaikan. Semua berhak untuk saling menyampaikan kebenaran.

Itulah citaku ketika mulai menikahimu. Seiring sejalan menggapai visi yang dituju. Menjadi keluarga Rabbani yang diridhoi Sang Maha Satu.

#MelangkahMenginspirasi
#AzmulRimbunIbad
#DuaTahunPernikahan
#RumahTanggaSurga

Sabtu, 18 April 2020

Menjaga Ketenangan Batin

Pada satuan waktu tertentu,  diantara banyaknya orang dalam kehidupan, kita akan menemukan siapa yang tulus berada di sekitar kita, dan siapa yang 'meracuni' diri kita.

Kita akan sadar bahwa diantara mereka yang ramah dan peduli, ada beberapa insan yang benar-benar menumbuhkan kapasitas kita. Namun ada pula mereka yang malah ingin menjatuhkan kita dan memburuk-burukkan kita di belakang.

Kita juga akan tahu kalau ada manusia yang bangga dan terus mendukung setiap langkah positif kita. Tapi ada pula yang sibuk 'nyinyir' setiap tindakan kita serta mematahkan semangat kita, lalu tertawa senang melihat kegagalan kita.

Maka tugas kita tak perlu ambil pusing, tetap tersenyum dan terus berkarya dalam sunyi.

Kepada mereka yang terus memberikan segala hal negatif kepada kita, cukupkan saja hanya sebagai kenalan, tak perlu banyak interaksi.

Untuk mereka yang selalu mendorong setiap kerja keras dan kesuksesan kita. Teruslah bersama mereka dan saling mendukung untuk sama-sama mencapai cita.

Kita berhak menjaga ketenangan batin kita. Habiskan saja banyak waktu, tenaga dan emosi kita untuk mereka yang benar-benar peduli kepada kita, bukan untuk mereka yang terus membenci kita.

#MelangkahMenginspirasi
#Menyambut2020

Jumat, 17 April 2020

Hanya dalam Aksara

Kita memang bukan siapa-siapa.
Kisah kita juga belum apa-apa.
Tapi biarkan aku menuliskannya.

Walau mereka menganggap tak layak dibaca.
Sungguh, tak apa-apa.

Aku akan tetap melakukannya.
Menuangkan segala cerita dan rasa yang mengiringinya.
Agar kenangan kita terawat sempurna.
Walau hanya dalam aksara.

#RumahTanggaSurga
#MelangkahMenginspirasi

Kamis, 16 April 2020

Allah Kok Dibela?

"Buat apa Allah dibela? Dia tak butuh pembelaan kita. Allah itu Maha Besar, Maha Kekal. Tanpa pembelaan kita, takkan mengubah sifat Maha Besar Allah."

Sekilas kata-kata ini cukup logis dan betul. Dan memang benar Allah tak butuh pembelaan kita. Namun jika kita perhatikan lebih seksama. Ada kecacatan pikiran dalam pernyataan ini.

Coba kita bandingkan pernyataan 'pembelaan' ini dengan ibadah yg kita lakukan kepada Allah. Baik itu shalat, puasa, zakat, haji, akhlak yg baik dll. Apakah Allah membutuhkan ibadah-ibadah kita? Tentu saja tidak. Allah akan tetap Maha Tinggi dan Maha Mulia tanpa kita sembah.

Tapi siapa yg butuh dengan ibadah kita? Ya kita sendiri. Begitu juga saat kita menjawab pernyataan Allah tak butuh dibela. Dan memang benar Allah tak butuh itu. Karna yg membutuhkan pembelaan kita kepada Agama kita sesungguhnya adalah kita.

Pembelaan yang menunjukkan kita siap menjaga marwah agama. Siap meninggikan ajaran-Nya. Dan berdiri tegap mendakwahkan islam. Serta berdo'a agar di akhirat kelak ikut dalam barisan Rasulullah.

Karna jika semua orang berpikir buat apa Allah dibela, karna Allah tak butuh dibela. Maka takkan ada da'i-da'i yg siap memperjuangkan ajaran islam yang Rahmatan Lil Alamin ke seluruh penjuru.

So, kok Allah dibela? Karna kita butuh untuk membela agama-Nya. Agar di akhirat kelak kita bisa menjawab dimana posisi kita ketika agama Islam direndahkan di bumi ini.

#MelangkahMenginspirasi

Prinsip

Bismillah.
Percayalah, tak semua yang diyakini orang sekitarmu adalah jalan terbaik untuk hidupmu. Kau tak perlu mengikuti arus mainstream lingkunganmu.

Carilah nilai-nilai yang engkau yakini, dan jadikan itu prinsip hidupmu. Jangan hanya jadi pengekor keinginan sekitar.

Engkau bebas memilih jalan hidupmu. Nilai-nilai yang engkau anut. Batasanya hanya dua, tak bertentangan dengan Agama Islam. Serta tak menyalahi hukum negara. Hanya itu, jika diluar itu, kau bebas memilih jalan hidupmu.

Memiliki prinsip itu penting, agar diri tak jadi batang yg mengikuti arus stigma lingkungan. Agar tak menjadi manusia pasaran tanpa keyakinan pribadi.

Ketahuilah, kemenangan yang Allah berikan kepada hamba-Nya pasti memiliki syarat kehidupan yang harus dipenuhi oleh sang hamba.

Dan menurut saya, keyakinan atas prinsip kehidupan dan keteguhan tekad dalam menjalani pilihan tersebut, adalah kunci dari kemenangan yang Allah anugrahkan.

Berprinsiplah, lalu bertekadlah teguh dalam prinsipmu.

#PesanUntukBuahHati
#MelangkahMenginspirasi
#MenjadiOrangtua

Bangga & Sukses

Bangga dan sukses dua hal yg berbeda. Belum sukses bukan berarti ga boleh bangga.

Jangan pernah kerdilkan pencapaianmu hanya karna orang bilang kamu belum sukses. Hingga rasa bangga dengan apa yg diraih, terkikis begitu saja.

Kadang kita mudah sekali 'ciut' ketika orang bilang, "alah gitu aja bangga", "baru aja juara itu, jangan bangga dulu", "nilai bagus belum tentu lu sukses, jangan bangga.", dan sebagainya. Inget, jangan pusing dgn kata-kata ini.

Kamu berhak bangga dengan apapun pencapaianmu, baik besar atau sederhana di mata orang.

Bangga atas kinerja bisa menjadi self reward untuk kita. Dan menjadi pemicu untuk pencapaian selanjutnya.

So, apresiasilah setiap kerja kerasmu. Dan jangan mudah puas dengan apa yg udah ada. Masih banyak hal-hal keren yg harus kita raih.

#MelangkahMenginspirasi

Keteguhan Para Rijalul Haq


Kita mungkin terkesima dengan kokohnya gunung-gunung, tinggi menjulangnya gedung pencakar langit, kuatnya badai yang memporak-porandakan apapun.

Tapi itu semua tak berarti apa-apa jika dibanding keteguhan Rijalul Haq, para pejuang kebenaran.

Mereka tak menetes liurnya karna berkilaunya harta, tak hijau matanya melihat mulia tahta, tak melayang hatinya dengan puji-pujian, tak tergoda nafsunya dengan elok wanita/pria yang membawa kepada zina.

Mereka juga tak gentar dengan sedikitnya rekan berjuang, tak mundur karna hinaan dan cacian, tak lemah tekadnya karna nikmat dunia yang pergi, tak menyerah karna beratnya ujian mengemban dakwah.

"Kalau dia datang dan pergi ke penjara dengan cambukan yang berjumlah sepuluh ribu kali karna sebab kriminalitas," ungkap Imam Ahmad bin Hambal, "mengapa aku harus takut berteguh dalam dakwah, padahal ia terus berbuat amalan ahli neraka, dan aku beramal amalan ahli surga."
.
Begitulah ungkap Imam Mazhab Fiqh Hambali ini ketika melihat rekan sepenjaranya yang tentu datangnya beliau tak sama dengan sang kriminal, ia dipenjara karna teguh berdakwah utk menentang sikap rezim khalifah yg berujar Al-Qur'an adalah Makhluk.

Begitulah keteguhan para Rijalul Haq. Walau betapa pelik cobaannya, betapa perih rintangannya, betapa sakit ujiannya. Sebagai mukmin sejati mereka akan tetap teguh dalam dakwah, apapun yg terjadi.

Senada dengan perkataan Ibnu Taimiyah : "Apa yang mereka lakukan kepadaku? Bila mereka penjarakan, maka mereka beri aku cuti. Jika mereka buang aku, maka mereka beri aku rekreasi. Bila mereka membunuh aku, maka mereka istirahatkan aku."

Dan para Rijalul Haq, takkan rela jiwanya membiarkan diri tak ikut andil dalam memperjuangkan Islam. Takkan gembira hatinya karna tertinggal dalam pengorbanan dakwah walau udzur memberi mereka rukhshah (kemudahan).

Namun, "...Mereka berpaling dengan mata yang basah menangis, karna tak menemukan biaya (untuk biaya angkutan berperang)" (QS. At-Taubah :92)

#MelangkahMenginspirasi

Terlatih Berpikir Lebih Besar


Waktu saya masih remaja unyu berseragam. Pernah mendapatkan pertanyaan dalam sebuah sesi diskusi latihan kepemimpinan utk siswa yang isinya kurang lebih seperti ini :

Jika Anda mendapat kabar bahwa Ibu dan Ayah anda dalam bahaya, sedangkan anda hanya bisa menolong satu orang, siapa yg Anda pilih?

Setelah dilontarkan oleh instruktur, setiap peserta menyampaikan opininya. Dan semua harus bicara. Ada yg memilih ibu, ada yg memilih ayah dgn pendapat masing2. Hingga satu jam lebih berlangsung perdebatan itu.

Diakhir diskusi, instruktur tak punya kesimpulan atas pertanyaannya. Mereka hanya berkata sesi ini, untuk melatih retorika peserta saja, dan semua menerima.

Tapi beberapa bulan kemudian. Saya mulai terpikir, jika instruktur itu sejak awal hanya melatih retorika dan penyampaian opini (yg hampir semua berdasar perasaan), dan tak ada kesimpulan dalam diskusinya.

Kenapa tak sekalian saja dibuat pertanyaan 'sedikit' rumit? Sehingga para peserta terlatih berpikir lebih besar serta mendapat masalah umat yang realistis. Tentunya dgn pengantar yg adil dr instruktur tanpa menggiring opini.

Misalnya sesuai konteks saat saya siswa dulu seperti 'Bantuan Lansung Tunai efektif mengentaskan kemiskinan atau membuat rakyat manja?' kalo pertanyaan zaman kini, 'Omnibus Law solusi atau petaka bagi rakyat?'

Mungkin beberapa peserta (yang masih remaja unyu itu) akan bingung diawal. Dan ketika mereka dipaksa bicara utk mencapai target latihan retorika. Hanya akan menyampaikan sesuai opini pribadi yg sangat subjektif. Dan diskusi akan berakhir seperti pertanyaan awal tadi, tak ada kesimpulan dan mengambang.

Tapi setidaknya para peserta pelatihan kepemimpinan itu menjadi lebih 'sadar' atas permasalahan sekitar yang terjadi. Dan bisa jadi mereka mencari informasi tentang problem bangsa tersebut pasca pelatihan. Bukan malah menjawab pertanyaan imajinatif yg kondisinya hampir mustahil terjadi di dunia nyata.

Dan lucunya, saat saya mahasiswa bahkan sudah wisuda, masih saya temukan instruktur pelatihan yang memakai pertanyaan pertama tadi utk memantik diskusi.

#MelangkahMenginspirasi

Selasa, 24 Maret 2020

Mempersiapkan Diri

Mempersiapkan diri menjadi pemimpin itu wajib, masalah dipilih atau tidak itu urusan lain. Mengapa bisa seperti itu?

Selain beribadah kepada Allah, menjadi khalifah di muka bumi masuk dalam tugas suci yg Allah berikan kepada kita sebagai manusia. Tugas ini tercantum jelas dalam Surat Al-Baqarah ayat 30.

Itulah mengapa kita wajib memenuhi tugas pengelolaan bumi ini dengan segala perintah dan larangan Allah. Tentunya mempersiapkan diri menjadi jawaban agar kita memiliki kapasitas mumpuni mengemban amanah ini.

Perencanaan kapasitas, keilmuan, mentorship, buku bacaan, pelatihan skill hingga pengalaman lapangan harus berbanding lurus dengan ladang bumi mana yg ingin kita kelola. Tentunya harus dibarengi dengan semangat, usaha keras, modal, kesabaran, dan kecerdasan. Dan itu semua pasti memakan waktu yg panjang.

Jika kita berkaca kepada sejarah. Nabi Muhammad membentuk para sahabat menjadi 'khalifah' di setiap bidangnya. Ada yg memimpin di politik, ada yg leading di bisnis, adapula dalam bidang sastra dan bahasa, militer dan pastinya dalam keilmuan islam seperti tafsir Qur'an, Hadist, dan bidang lainnya.

Dan para sahabat tak ada yg pasif dalam proses pembentukan itu. Mereka semua mencurahkan segala sumberdaya yg ada untuk mencapainya. 
Tak hanya para sahabat Nabi, para tokoh besar islam di periode berikutnya seperti Imam Syafi'i, Imam Bukhari, Muhammad Al-Fatih, Shalahudin Al-Ayyubi, Ibnu Khaldun, Hasyim Asy'ari, Ahmad Dahlan, M. Natsir, dll.

Mereka juga berjuang mempersiapkan diri hingga akhirnya mereka berhasil memimpin dengan kapasitas unggulan sesuai bidangnya serta menjadikannya jalan dakwah islam untuk semesta.

Tapi adakah mereka yg memiliki kapasitas unggulan dan kontribusi luar biasa, namun tak harum namanya dalam sejarah dunia sbg pemimpin dibidangnya?

Pasti ada. Namun masalah dunia memilih atau tidak itu bukanlah masalah. Setidaknya kita telah berjuang memenuhi tugas suci dari Allah Azza wa Jalla dengan karya yg kita abdikan sekuat upaya.

Lalu, sudahkah kita mempersiapkan diri?

#MelangkahMenginspirasi

Selasa, 25 Februari 2020

Tentang Sebuah Kebersamaan

Tentang kebahagiaan yang sederhana. Mulai dari tawa yang tercipta. Walau hanya dari candaan garing apa adanya. Hingga kabar gembira yang silih berganti tiba.

Tentang kesedihan yang melanda. Dari masalah yang tiba seakan tak kunjung reda. Kehilangan yang pernah menerpa. Atau ujian kehidupan yang menguji iman dalam dada.

Tentang keraguan yang sempat menyapa. Dari kemampuan akan menafkahi keluarga. Atau masa depan yang belum pasti tentunya.

Tentang keajaiban yang Allah anugrahkan kedatangannya. Mulai dari rezeki yang hadir tak terkira. Kesuksesan hasil jerih payah usaha. Dan keberhasilan demi keberhasilan yang Allah mudahkan meraihnya.

Begitulah roller coaster kebersamaan dalam pernikahan. Terlebih bagi kita yang memulai dari titik nol permulaan. Tentu seperti Allah firmankan. Dibalik kesulitan ada kemudahan.

Tinggal kita yang memaksimalkan ikhtiar dan do'a pada-Nya. Tentu disertai tawakal yang tak pernah sirna. Agar kebersamaan ini dituntun menuju jannah-Nya.

#MelangkahMenginspirasi
#RumahTanggaSurga

Jumat, 21 Februari 2020

Menemani Langkahmu Sendiri

Bismillah

Ibad, Orang lain boleh meremehkanmu, mengejekmu, meragukan setiap keputusanmu, menyalahkan pilihan hidupmu, merendahkan segala pencapaianmu, mentertawakan langkahmu.

Tapi tidak untukmu!

Engkau harus berdiri menemani dirimu sendiri. Memuji keberhasilan yang engkau raih. Mempercayakan setiap keputusanmu. Bangga dengan pencapaianmu. Dan mendukung setiap langkahmu.

Temani dirimu sendiri, jangan ikut-ikut menyalahkan dirimu seperti yg dilakukan mereka yang tak menyukaimu.

Dan ingatlah, engkau masih ada Allah yg Maha Kekal dan Maha Penyayang. Yakinlah, Allah akan menemanimu, baik hidup dan matimu. Juga Buya dan Umma yang selalu mencintaimu. Jadi teruslah bertumbuh, Nak.

#MenjadiOrangtua #MelangkahMenginspirasi

----------------------------
Alhamdulillah Ibad udah bisa duduk sendiri. 😊

Kamis, 20 Februari 2020

Poros Peradaban di Sekitar Kita

Mungkin kita termenung kala menatap diri. Terlahir biasa saja. Hadir di negeri yang baru saja berkembang. Di kota yang tertinggal. Menjalani sekolah yang tak istimewa. Dan berbagai kesialan yang sering di dengung-dengungkan banyak orang.

Mungkin dalam decak kagum kita memandang luar biasanya karya para aktor peradaban, kita hanya merasa kerdil dan kecil.

Hanya merasa, bahwa mereka adalah 'titisan' Tuhan yang memang namanya sudah di takdirkan tertulis di tinta emas sejarah, sedangkan kita hanya makhluk Tuhan yang ditakdirkan tak dapat berbuat apa-apa.

Setiap manusia memang sudah digariskan dalam skenario-Nya. Akan tetapi tahukah engkau, Allah tak menakdirkan seseorang tanpa perjuangan sang hamba. Maka dari itu, izinkan saya mengatakan:

"Mereka yang tak merasakan jerih payah dan kepedihan dalam langkah awalnya. Tak pantas mencapai puncak kegemilangan dalam ujung jalannya."

Karena pada hakikatnya, hidup ini adalah labirin yang menghubungkan berbagai kisah yang akan dihadapi umat manusia. Dan dalam tikungan tertentu di labirin tersebut, terdapat 'pintu rahasia' untuk mengkoneksikan orang yang selama ini ‘biasa saja’ untuk memasuki kerja-kerja peradaban.

Maka boleh saja kalian terlahir biasa, tak lahir dalam lingkaran para aktor sejarah. Namun, engkau harus berjuang untuk menemukan 'pintu rahasia' itu. Karena bisa saja poros peradaban yang dirasakan para pahlawan sudah ada di sekitar kita.

Sudahkah kita berjuang untuknya? 

 #MelangkahMenginspirasi

Senin, 20 Januari 2020

Orangtua Kita Lebih Butuh Keshalihan Kita

Hari ini tanggal ulang tahun Ibu. Dan pada tahun ini masuk tahun ketiga Ibu meninggalkan kami. Sekarang Ibu berada di alam yang kita semua akan menuju kesana. Cepat atau lambat.

Saya ingin berbagi renungan sedikit. Sebelum Ibu dipindahkan ke ruang ICU dari intermediate, Ibu sdh sempat bangun, setelah berhari-hari tak sadarkan diri.

Ketika Ibu sadar, tepat saat saya yg berada d ruangan. Ibu langsung bertanya, "Ji, ini dimana?" Saya jawab di ruang intermediate care unit. Ibu bertanya kapan dipindahkannya. Karna memang saat sadar terakhir, beliau masih berada di ruang rawat biasa.

Setelah saya menjelaskan kapan dipindahkan dan memberikan bbrp teguk air. Ibu meminta sesuatu. Tahukah teman-teman apa yg beliau minta?
.
"Ji, tolong bacakan Al-Qur'an" begitu ungkapnya. Setelah menghubungi Ayah bahwa Ibu sudah sadar.

Saya pun membacakan hafalan saya, tak sebanyak para hafizh memang. Tapi saya melihat ibu begitu khusyu mendengarkannya.

Dan waktu berjalan begitu saja. Dikemudian hari ketika Ibu sudah tak bersama kami di dunia ini, permintaan Ibu ini menjadi renungan diri. Bagaimana jika ketika itu saya tak punya hafalan qur'an? Bagaimana jika saya bahkan tak pandai membaca qur'an?

Dewasa ini saya melihat banyak anak2 yg bangga dgn wajah mempesona, penampilan menarik, pekerjaan yang mapan, uang yang banyak namun lalai dengan hal2 yang sangat penting untuk baktinya kepada Orangtua.

Sungguh, akan ada masa Orangtua tak butuh pekerjaan, uang, penampilan kita. Ada masanya mereka membutuhkan keshalihan kita.

Bukankah amal yg tak terputus adalah do'a anak yang shalih. 'Yang shalih' ini harus digaris bawahi. Bukan sekedar anak. Tapi wajib yg shalih.

Maka berapapun uang yg kita miliki, mewahnya barang yg kita gunakan, hebatnya pekerjaan kita sekarang. Sungguh, Orangtua kita lebih butuh keshalihan kita.

Mereka butuh anak yg lancar melafalkan, memahami & berpedoman ayat2 Allah. Menjadi anak yg menjalankan perintahNya. Berusaha menjauhi setiap larangan-Nya. Dan menurut saya inilah bakti sesungguhnya kpd orangtua.

Semoga Allah selalu memberikan Ibu kenikmatan di alam barzakh sampai surga, dan kita yg masih hidup diberi keistiqamahan utk terus beribadah kepada-Nya.

Al Fatihah