Sabtu, 24 Mei 2014

Kuatlah Wahai Hati, Sabarlah Wahai Diri


Ya inilah jalanku.

Jalan yang berbatu, jalan yang penuh halang rintang, yang dimana terjatuh, celaan, hinaan hal yang biasa.

Aku tidak lah terbit di saat Rasulullah saw berdakwah di dunia ini.

Ku pun juga tidak terlahir di zaman sahabat, taabi’in dan tabi’ut tabi’in.

Kehidupan ku kini juga bukan di saat islam dan khilafahnya memimpin dunia ini.

Ku terlahir di tengah masyarakat islam, namun dimana islam sudah memudar di kehidupan mereka karena kebudayaan yang menyelisihi islam.

Namun sekuat mungkin, ku akan berjuang mempertahankan keimananku ini.

Andai matahari di tangan kananku,jika saja rembulan berada ditangan kiri ku.

Takkan mampu mengubah yakinku.

Iman ini akan selalu terpatri di dalam hati.

Takkan terbeli oleh apapun.

Iman ini, akan ku pertahankan walaupun berdarah darah jalan yang harus ku tempuh.


Disaat orang lain segenerasiku berjalan mengikuti arus syahwati.

Sibuk dan terlena dengan hiburan memenuhi nafsu.

Asyik dengan cinta yang mereka realisasikan dengan kenistaan.

Namun diri ini mencoba untuk berlawanan dengan arus itu.

Karena itulah jalan yang akan diridhoi Allah.

Aku….

Memang menjalani kehidupan di akhir zaman.

Dimana maksiat dapat ditemui di segala sisi kehidupan.

Namun aku bersyukur aku masih dapat menemukan orang-orang yang menginginkan islam kembali memimpin dunia, mewarnai sisi-sisi kehidupan manusia.

Ku kuatkan azzam untuk ikut menyertai mereka.

Ikut berusaha mengemban jalan dakwah ini.

Walaupun aku ketahui diri masih sangat banyak kekurangan.

Masih belum sempurna untuk mengembannya.

Namun tugas besar ini dalah sebuah kewajiban untuk muslim dan tidak menuntut manusia sempurna untuk melaksanakannya.

Karena tidak ada manusia yang luput dari dosa.

Bukanlah harta yang ku cari, bukanlah nama dan jabatan yang ku damba.

Hanya Ridho-Nya yang ku harap sebagai harga.

Andaikan beribu siksaan, celaan, makian menghantam tubuh ini.

Ku takkan pernah ragu, walaupun se ujung rambuat untuk maju.

Ku akan selalu berdoa kepada Allah Azza wa Jalla agar hati ini dikuatkan, diri ini di bimbing dan dan di sabarkan.

Bantu lah hamba ya Allah.

Semoga generasi ku yaitu generasi muda dapat kembali ke jalan-Mu

Dan keyakinan ini akan bangkitya islam akan selalu berda dlam hati dan fikiran ini.

Inilah jalan ku, jalan yang di lewati para pejuang

Ya Allah bimbing dan bantu hamba.


“Katakanlah inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada ALLAH dengan yakin, Maha Suci ALLAH, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik” (Q.S Yusuf : 108)

Sebuah postingan untuk mengingatkan saya khususnya


Azmul Pawzi (2 September 2012)

Apa Kabar Bulan?


Hai langit. Apa kabarmu di kelamnya malam ini? Sepertinya awan masih membuaimu dalam pelukannya ya. 
Banyak potongan-potongan hidup yang ingin daku ceritakan kepadamu. 
Oh ya, bagaimana kabarmu bulan di gulita ini? Ku lihat setengah wajahmu memancar pada malam ini. Kau tetap cantik. Kau tetap indah. Pesona mu tetap tak terkira walau bintang tak menemanimu malam ini. Engkau tetap menawan dimata ku hai rembulan.


S
edang apa kau rembulan? Apakah kau kesepian? Sepertinya awan tak menghiraukanmu dalam gumulan indahnya yah. Ku lihat cahayamu malam ini sedikit sendu. Kau baik-baik sajakan? Apakah sepi menganiayamu disana? Namun sepertinya tidak. Aku mungkin salah menerjemahi parasmu. Setengah wajahmu malam ini sepertinya tersenyum. Senyum nan indah. Bahkan diri ini sulit menerka berapa keindahannya. 


Begitu luar biasa anugrah Sang Maha Pencipta. Ia menggantungmu dikala insan telah sibuk dengan lelapnya. Bermain ria dengan bunga-bunga mimpinya. Namun bukan itu intinya. Sang Maha Cinta menggantungmu saat itu untuk menjadi teman setia makhluk lainnya. Mereka yang berkutat dengan tugasnya. Mereka yang gusar tak menentu dalam malam. Kau lah yang menemani mereka dengan setia wahai rembulan.

Selamat malam untukmu wahai rembulan. Tetaplah tersenyum. Senyum yang menentramkan hati yang mentadaburinya, Senyum yang melegakan jiwa yang mensyukuri ciptaan indah seperti mu. 

Saat Fatamorgana Dirindukan

Dalam kehampaan tanpa tepi. Ku buka mata ini. Dan mulai terjaga ketika kegelapan masih memeluk bumi. 
Tanpa sadar diri ini tak berdaya melihat rintihan dunia. Terpuruk dalam aniaya kelam. Tersesak kebimbangan. Isak tangis berirama dengan bau ketamakan. kedengkian menjarah asa. 
Satu kata pun tak dapat ku mengerti yang dialami semesta. Hamparan luka menemani manusia lemah. Keadilan berdarah-darah tersayat kebohongan. Rasa tolong-menolong berguguran. Meronta-ronta tergerus zaman.
Lalu kupejamkan mata. Tersautlah bisikan. Bisikan yang membawa kedunia fatamorgana. Dimana embun pagi menyimpul kedamaian.Dimana belaian angin menyejukkan jiwa. Membasuh perih yang membekas.
Kulihat disana keramahan mengalir lembut. Membasahi nurani yang dulu kering. Menumbuhkan asa yang dulu rapuh.
Beribu kata tak sanggup menjelaskan keindahan ini. Bahkan aku tak dapat meraba betapa besar rindu yang membuncah. Betapa nikmat jiwa yang bermanja-manja dalam ketulusan. Tak ada lagi keangkuhan, tak ada lagi kerakusan.
Namun itu hanya fatamorgana. Saat ku terjaga kembali. Keyakinan berdiriku tergerogoti kembali oleh keraguan. Harapku terkubur dalam kenyataan.
Inilah bumiku,kenyataan memaksa sukma suci tak terbangun. Melempar kebaikan dalam keterpurukan. Hanya untaian do'a disandarkan kepada Sang Maha Pemberi. Agar fatamorgana itu terwujud. Agar mimpi indah itu tak hanya berbunga dalam lelapnya diri.