Selasa, 25 Agustus 2015

Kenapa Rupiah Melemah Terhadap Dollar?


Gonjang-ganjing turunnya nilai mata uang negara kita terhadap dollar yang menerobos angka Rp 14.000 semakin marak di masyarakat kita. Masyarakat cemas dan khawatir akan keadaan ini. Walau sebagian orang tak paham akan keadaan yang melanda kurs mata uang kita ini. Namun mereka merasakan dari naiknya Sate Padang, Bakso, hingga rendang di rumah masakan padang yang ukurannya semakin imut.


                Disini saya mencoba mengulas sedikit, kenapa rupiah menurun nilainya. Atau dalam bahasa ekonominya, rupiah terdepresiasi. Pembahasan kali ini tidak mendalam dan panjang lebar. Saya akan mencoba se-sederhana mungkin agar dapat dipahami oleh kita semua dan tidak ngantuk membacanya.

Turunnya nilai mata uang tidak hanya dirasakan oleh bangsa kita saja. Banyak negara-negara lain yang merasakan. Baik Malaysia, Turki, Brazil, India dan lainnya. Hal ini disebabkan karena membaiknya perekonomian Negara Amerika sejak krisis global tahun 2008. 

Amerika cukup “tertampar keras”dalam krisis 2008. Hingga pada akhirnya mereka mengambil kebijakan untuk menstimulasi perekonomian dengan menyuntikkan dollar dengan wadah obligasi yang dikenal sebagai quantitative easing. Dana stimulasi ini di investasi ke negara-negara berkembang termasuk ke Indonesia. Dan Amerika mendapat keuntungan dengan sistem ini cukup besar.

Setelah perekonomian amerika  membaik. Mereka ingin mengurangi stimulus dengan mengurangi pembelian obligasi secara bertahap. Kebijakan ini dalam bahasa ekonominya adalah  tapering off.

Nah, lalu apa dampak dari kebijakan ini? Dollar yang parkir di Indonesia dalam memodali perekonomian Indonesia pada pulang kampung dan meninggalkan Indonesia. Modal-modal yang nangkring mulai pergi, atau bahasa ekonominya capital outflow. Sehingga dollar menjadi langka dan permintaan akan dollar meningkat. Sudah hukumnya kalo permintaan meningkat maka nilainya akan naik. Maka ini yang membuat Dollar terapresiasi sehingga nilai mata uang di negara berkembang termasuk di Indonesia menurun.

Keinginan Bank Sentral Amerika, The Fed untuk menaikkan suku bunga juga menjadi salah satu faktor. Amerika yang mengurangi inflasi karena berkurangnya pengangguran membuat mereka berencana menaikkan suku bunga. Rencana ini juga yang membuat dollar naik nilainya.

Di tambah lagi keadaan dalam negeri Indonesia yang juga rapuh. Terlalu banyak modal asing yang lalu lalang di negara ini. Sehingga ketika modal itu pergi, maka lesu dan bahkan bisa pingsan perekonomian kita. 

Dampak dari defisitnya neraca perdagangan, atau bahasa simpelnya impor lebih besar dari ekspor selama 3 tahun terakhir, juga membuat rupiah menjadi lemah. Karena bila impor banyak, maka permintaan akan rupiah menurun. Ya juga sudah hukumnya kalo permintaan menurun, nilai juga turun.

Sebenarnya masih banyak faktor lainnya. Namun ini saja dahulu untuk menjawab sedikit pertanyaan dalam hati teman-teman. Jadi, memang benar faktor eksternal mempengaruhi dalam turunnya nilai mata uang kita. Tapi pemerintah harus cepat tanggap dalam menanggulanginya. Karena angka 14 ribu bukanlah kecil. Ia menjadi rekor terburuk pasca reformasi. 

Pemerintah harus bergerak, agar PHK yang terjadi di berbagai sektor industri dapat terhentikan, harga-harga yang melambung dapat di normalkan serta sate padang yang dagingnya mulai imut-imut mulai seperti sedia kala. Sekian ^_^.

Azmul Pawzi


2 komentar: