Bukan hanya sekedar
proses berubah, namun tarbiyah adalah karya memuliakan yang terhina, menyucikan
yang ternoda, meluruskan yang tersesat. Maka tak heran, seorang tokoh pemikir islam Muhammad Quthb
dalam Manhajut-Tarbiyah Islamiyah,
mengartikan tarbiyah dengan sebuah kata yang sederhana namun menunjukkan makna
yang begitu luas dan benar.
At-tarbiyatu fannu shinaa’atil insan, Tarbiyah adalah seni menciptakan manusia.
Bila tarbiyah itu
disandingkan dengan kata islam, maka ia adalah menciptakan manusia dengan
nilai-nilai islam. Maka tugas tarbiyah islamiyah adalah “menciptakan ulang”
manusia kembali kepada fitrahnya setelah ia mengalami penciptaan ruh, akal dan
jasadnya. Karena pada dasarnya Allah mencipta setiap insan sebagai muslim,
namun orangtua dan lingkuangnya lah yang menjadikannya agama lain.
Dalam proses “penciptaan
ulang manusia” ini, tentu setiap output yang diproduksi dengan tarbiyah
islamiyah ini adalah sosok insanus shalih,
dan tidak hanya shalih, namun juga muslih (menshalihkan sekitar). Oleh karena
itu keutuhan proses tarbiyah harus memenuhi tiga komponen. Agar tidak ada yang
parsial diakhirnya.
Tiga komponen tersebut
adalah an-nafs, al-aql, dan al jism.
Mengolah ini semua tidak bisa parsial. Ia adalah satu kesatuan yang harus
dikembangkan, agar islam yang syumul terderivasi kepada seorang muslim. Ia
tidak seperti golongan yang mementingkan sucinya jiwa namun dalam pola fikir
gerakkannya jauh dari sunnah. Atau begitu banyak pemikiran ilmiah, namun jiwa
yang kering. Atau menjadi intelektual yang lemah fisik.
Maka seorang insanus
shalih harus melewati tiga proses dalam “penciptaan ulang manusia” tersebut. Yaitu
amaliyatut-ta’allumil-mustanir, yaitu
proses belajar berkesinambungan dan terus menerus. Inilah salah satu hikmah
mengapa Allah memulai mewahyukan Al-Qur’an dengan kata Iqra, dan kata ilmu
terulang 750 kali dalam Al-Qur’an. Karena memang stiap muslim harus senantiasa
memenuhi otak dan meluaskan pengetahuannya.
Selanjutnya amaliyatus-syu’uudil-mustamir, yaitu
proses pendakian terus menerus untuk menjadi lebih baik dan lebih baik. Dalam
mendaki mungkin kita terjatuh, tersungkur, berpeluh dan letih. Namun
melangkahkan kaki dalam mendaki jalan panjang dakwah ini senantiasa harus
dijalani seorang muslim agar dapat berdiri di puncak kebahagiaan di surga-Nya.
Dan yang ketiga adalah amaliyatul ‘athaa-il-mustamir, yaitu
berkontribusi dalam ruang dan waktu secara berkesinambungan. Karena pada
dasarnya insanus shalih seorang yang
senantiasa bergerak dalam menggerakkan roda dakwah. Dan mereka selalu
melahirkan peristiwa. Dan memang gerakan dakwah akan terus hadir untuk dunia
karena setiap peristiwa yang dikerjakan para punggawa dakwah.
Ketiga proses ini tak dapat terlewatkan satu-pun. Karena apa yang kita harapkan dari sesuatu yang tak utuh? Ia hanya menjadi sesuatu yang rapuh dan mudah tercerai berai bila keutuhan tak lagi digenggaman.
#MelangkahMenginspirasi
gambar
#MelangkahMenginspirasi
gambar
0 komentar:
Posting Komentar