Siapa yang tak pernah merasakannya, sebuah kesenangan akan kemenangan dan kekecewaan atas kekalahan. Semua insan pasti pernah merasakannya, termasuk kita. Namun sebagian kita banyak yang khawatir akan sebuah kesalahan yang dapat menyebabkan kekalahan. Apalagi bila keadaan lingkungan yang tidak konstruktif hingga kita sulit untuk bangkit dan berjuang kembali. Sehingga menahan diri dari ledakan potensi kita.
Tentu kita perlu sikap
yang tepat dalam menghadapi kesalahan diri atau orang lain. Dan tentu masa yang
tepat untuk kita rujuk adalah masa Rasulullah SAW. Pada masa beliau kita dapat
mengambil moment tentang kekalahan dan kemenangan.
Kekalahan yang dapat
kita ambil salah satunya adalah perang Uhud. Dalam perang ini 70 sahabat
termasuk Hamzah Ibn Abdul Muthalib dan Mushab Bin Umair. Bahkan Rasulullah mendapat
luka cukup parah, hingga salah satu gigi beliau lepas.
Bila kita cermati lebih
dalam, kekalahan Perang Uhud ini disebabkan karena tim pemanah yang tak
menyelesaikan tugasnya. Akan tetapi kesalahan tim pemanah ini apakah langsung dijadikan
kambing hitam dalam peperangan itu?
Maka silahkan
teman-teman buka mushaf masing-masing, tak ada satu-pun ayat yang membahas
kesalahan mereka, bahkan dalam surat Ali Imran ayat 137, Allah berfirman tentang Perang
Uhud dengan kata-kata motivasi. “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kalian
sunnah-sunnah Allah, Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi....". Hal ini menunjukkan bahwa kekalahan adalah hal fitrah.
Dan Allah melanjutkan Hiburan pada ayat 139 dengan begitu menyejukkan “Dan janganlah kamu merasa lemah dan
(pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu beriman.”
Semua ini mengajarkan
kita jika dalam kerja-kerja dakwah kita ada yang melakukan kesalahan, tak perlu
kita habisi ia dengan kritik. Karena orang yang salah tak perlu dikritik jika
telah menyadari kesalahannya dan kedepannya akan memperbaiki kesalahan itu. Tapi jangan dipukul rata ya. Karena berbeda kasus jika tersalah itu tak menyadari dan enggan dalam memperbaiki langkah
kedepan. Dalam konteks itu kritik itu perlu untuk membangun.
Karena orang yang salah tak perlu dikritik jika telah menyadari kesalahannya dan kedepannya akan memperbaiki kesalahan itu.
Selanjutnya ada hal menarik ketika
kita melihat moment kemenangan, salah satu kemenangan besar muslim adalah Perang Badar. Kita bisa
mengatakan ini kemenangan besar karena ini adalah salah satu perang yang begitu
heroik dengan pengalaman perang muslim saat itu yang sedikit. 300 orang muslim menghadapi 1000
kafir quraisy. Dan berakhir dengan kemenangan.
Namun bukan pujian yang
hadir dalam Al-Qur’an, tetapi adalah kritikan. Kita dapat lihat diawal surat
Al-Anfal, itu adalah ayat teguran untuk kaum badar. Bahkan dalam menggambar
keadaan itu, salah satu sahabat berkata “Laqad
saa-at akhlaaquna yauma badr, Sesungguhnya akhlaq kami rusak setelah perang
Badar.”
Itu menunjukkan bahwa
para pemenang lebih membutuhkan kritikan dari pada pujian. Agar terjadi
keseimbangan jiwa dan hilangnya euforia yang berlebihan yang dapat menjerumuskan
dalam keangkuhan.
#MelangkahMenginspirasi
0 komentar:
Posting Komentar