Kadang kita terlalu sering
menuntut akan sebuah pengertian orang yang kita sayang. Hingga keluarlah
kalimat-kalimat dari mulut kita seperti bahwa “Ayah ku tak ngertiin aku” atau “Kamu kenapa sih
sebagai sahabat ga pernah ngertiin
aku?”
Bahkan dalam kerja-kerja dakwah dan kerja sosial kita, sering kali kita menuntut sebuah pengertian. Seakan-akan hanya itulah yang menenangkan hati, hanya itulah yang pengusap letih.
Bahkan dalam kerja-kerja dakwah dan kerja sosial kita, sering kali kita menuntut sebuah pengertian. Seakan-akan hanya itulah yang menenangkan hati, hanya itulah yang pengusap letih.
Tubuh ini melemah, semangat ini
menurun. Dan tekad pun rapuh hanya karena tiada rasa pengertian dari
orang-orang sekitar dalam kerja-kerja dan kehidupan kita.
Manusiawi? Ya benar, rasa ingin
dimengerti adalah manusiawi. Tak salah. Sungguh tiada yang keliru dalam
perasaan ini. Hanya saja bila rasa ingin di mengerti itu di sanding dengan
sebuah ketulusan. Maka tidak ada keserasian didalamnya.
Karena pada dasarnya, sebuah
ketulusan tak membutuhkan pengertian. Ia murni, ia suci. Ia akan tetap tegak
tanpa ada yang mendukungnya. Tak perlu sebuah pemanis bernama pengertian
untuknya tetap bergerak. Ia akan tetap menjadi ruh untuk karya-karya
kedepannya. Dengan atau tiadanya pengertian.
Seperti Rasulullah yang tulus
menyuapi orang yahudi nan buta dan tua renta. Ia tak butuh pengertian dari sang
pengemis. Bahkan pengemis buta tersebut mencaci, memaki dan mengatakan hal-hal
buruk tentang Rasulullah. Tiada rasulullah meminta pengertian sang pengemis,
tiada Rasulullah meringis karena seseorang yang dengan hati-hati ia suapi
makanan, malah mengatai ia dengan hal-hal buruk.
Sungguh tiada penuntutan akan sebuah
pengertian. Rasulullah hanya diam dan menyuapinya dengan penuh ketulusan.
Layaknya hujan yang jatuh
menyejukkan bumi. Ia tetap bekerja, melakukan apapun yang ia dapat kerjakan. Ia
sirami tumbuhan yang kekeringan, ia penuhi sungai-sungai yang mulai surut. Ia
buat sensasi dingin dalam bumi yang mulai panas tak terkira.
Ia tetap berkarya, walau kadang
manusia menggerutu akan hujan yang datang membasahi jemurannya. Atau
orang-orang yang berkeluh kesah akan bajunya yang kuyup. Hujan tetap tulus
datang untuk dunia. Walau manusia tidak mengerti.
Maka tak perlu ada kata
pengertian untuk sebuah ketulusan. Karena ketulusa begitu berarti bila hanya
dibalas dengan sebuah pengertian. Ketulusan begitu mewah bila hanya dibalas
sebuah keinginan untuk dimengerti.
Maka cobalah untuk tidak menuntut
untuk ingin dimengerti.
#MelangkahMenginspirasi
amazin :)
BalasHapusMakasih :D
Hapus