Rabu, 16 September 2015

Hujan yang Indah, Walau Tidak Bulan Juni

Siapa yang tak mengira kedatanganmu. Tanpa permisi kau hadir. Membawa kesejukkan, membawa kesyahduan.

Kau warnai kesunyianku dengan melodimu. Kau harmonikan kesepianku dengan simfonimu. Kau gubah kesendirian ini dengan alunan nada yang menggugah.

Maka tiadalah yang lebih tabah dari mu. Karena siapa pula yang dapat merahasiakan rintik rindunya kepada bunga? Karena rindu merupakan hal rumit yang tiada terkira. Ia memberontak dalam dada. 
Menyiksa hati yang menyimpan kuat rasa itu.

Ia bawa diri ini berlayar dalam lamunan panjang. Ia tarik diri ini dalam ribuan tanya akan sosok kehadirannya.

Biarkan diriku menjadi bunga yang menyerah dalam kerinduan. Termangu dalam kekuyupan rindu yang mengguyur dan dengan tabahnya menyembunyikan rasa itu dalam kelopakku.

Aku kebingungan, aku tak berdaya. Tak kuasa diri ini berjalan dengan pasti karena aku tertawan. Ya, aku tertawan dalam penjara yang tiada penjara lebih indah darinya. Kau menawanku dalam setiap untaian katamu, kau menawan ku dalam setiap sikapmu, dan kau menawanku dengan segala tentangmu.

Dan sempurna kau membuatku gugup. Hingga setiap langkah kaki yang kugerakkan, selalu ditemani dengan keraguan.

Bijaklah hujan itu. Ia hapuskan jejak kaki keraguan itu dalam sepanjang jalanku. Walau kadang butiran cinta juga terhapus bersama jejak yang ku torehkan.

Maka, dalam gejolak yang mengaduk-aduk hati ini. Aku memilih untuk diam. Karena memang tak semua yang kita rasakan harus terucapkan.

Mungkin sebagian rasa begitu mengagumkan bila tersampaikan. Namun sebagian lain bisa lebih mempesona bila tak terungkap. Ia tertata rapi dalam keterdiaman. Walau kadang diri tenggelam dalam tak berdayaan.

Maka tiada yang lebih arif darinya. Ia biarkan kata-kata yang tak terucap. Terserap oleh akar-akar pohon bunga. Sampai Sang Maha Kuasa menghilangkan kata itu untuk dilupakan. Atau mengambilnya kembali untuk di reaslisasikan dibumi.

Hingga pada akhirnya, ku ingin berterima kasih kepada hujan. Ia tentramkan diri yang terpaku dalam kesenduan. Ia luruhkan segala rasa untuk menyerah yang dulu makin menderas.
Ia buat ini menjadi semakin indah. Walau ia tak jatuh di bulan juni.

Azmul Pawzi
- Sebuah Interpretasi Puisi Sapardi Djoko Damono berjudul hujan bulan juni -
 

0 komentar:

Posting Komentar