Siapa yang tak mengira
kedatanganmu. Tanpa permisi kau hadir. Membawa kesejukkan, membawa kesyahduan.
Azmul Pawzi
Kau warnai kesunyianku dengan
melodimu. Kau harmonikan kesepianku dengan simfonimu. Kau gubah kesendirian ini
dengan alunan nada yang menggugah.
Maka tiadalah yang lebih tabah
dari mu. Karena siapa pula yang dapat merahasiakan rintik rindunya kepada
bunga? Karena rindu merupakan hal rumit yang tiada terkira. Ia memberontak
dalam dada.
Menyiksa hati yang menyimpan kuat rasa itu.
Ia bawa diri ini berlayar dalam
lamunan panjang. Ia tarik diri ini dalam ribuan tanya akan sosok kehadirannya.
Biarkan diriku menjadi bunga yang
menyerah dalam kerinduan. Termangu dalam kekuyupan rindu yang mengguyur dan
dengan tabahnya menyembunyikan rasa itu dalam kelopakku.
Aku kebingungan, aku tak berdaya.
Tak kuasa diri ini berjalan dengan pasti karena aku tertawan. Ya, aku tertawan
dalam penjara yang tiada penjara lebih indah darinya. Kau menawanku dalam
setiap untaian katamu, kau menawan ku dalam setiap sikapmu, dan kau menawanku
dengan segala tentangmu.
Dan sempurna kau membuatku gugup.
Hingga setiap langkah kaki yang kugerakkan, selalu ditemani dengan keraguan.
Bijaklah hujan itu. Ia hapuskan jejak kaki keraguan itu dalam sepanjang jalanku. Walau kadang butiran cinta juga terhapus bersama jejak yang ku torehkan.
Bijaklah hujan itu. Ia hapuskan jejak kaki keraguan itu dalam sepanjang jalanku. Walau kadang butiran cinta juga terhapus bersama jejak yang ku torehkan.
Maka, dalam gejolak yang
mengaduk-aduk hati ini. Aku memilih untuk diam. Karena memang tak semua yang
kita rasakan harus terucapkan.
Mungkin sebagian rasa begitu
mengagumkan bila tersampaikan. Namun sebagian lain bisa lebih mempesona bila
tak terungkap. Ia tertata rapi dalam keterdiaman. Walau kadang diri tenggelam dalam tak berdayaan.
Maka tiada yang lebih arif darinya.
Ia biarkan kata-kata yang tak terucap. Terserap oleh akar-akar pohon bunga.
Sampai Sang Maha Kuasa menghilangkan kata itu untuk dilupakan. Atau
mengambilnya kembali untuk di reaslisasikan dibumi.
Hingga pada akhirnya, ku ingin
berterima kasih kepada hujan. Ia tentramkan diri yang terpaku dalam kesenduan.
Ia luruhkan segala rasa untuk menyerah yang dulu makin menderas.
Ia buat ini menjadi semakin indah.
Walau ia tak jatuh di bulan juni.
Azmul Pawzi
- Sebuah Interpretasi Puisi Sapardi Djoko Damono berjudul hujan bulan juni -
0 komentar:
Posting Komentar