Apa yang dapat
dibanggakan dari cinta yang tak berdaya terhadap keadaan? Dia hanya dapat diam,
lalu menjauh. Hanya mampu terungkap di keheningan, atau terucap dalam
kesendirian. Bahkan dalam sunyi ia tak mampu bicara. Hanya menjadi manusia
pengecut yang tak mampu melawan dari tembok yang menghalang.
Walau cinta tak bersuara,
tapi tetap saja ia tak pernah datang sendirian. Ia selalu hadir membawa berjuta
rasa lainnya. Kabar buruknya, ia juga membawa rasa ingin memiliki. Ya, sebuah
rasa yang membawa ribuan harapan, juga setumpuk angan. Bodohnya sang pecinta
menikmati rasa itu, bahkan terbuai dengan bayang-bayang. Ia tak sadar bahwa
dibalik indahnya rasa memiliki, ada setan menakutkan bernama kehilangan.
Kehilangan tak hanya
membunuh angan, ia juga menyiksa batin dan menganiaya perasaan. Mungkin saja
tubuh ini tak berlumur darah. Kulit-pun tetap mulus, tanpa ada perban yang
membalut. Namun tak semua luka dapat terlihat bukan?
Lihat saja aku, engkau
mungkin melihatku berwajah ceria. Senyumku memekar gembira, atau sesekali tertawa dari kelakar yang tercipta. Tapi
dapatkah kau melihatnya, hati yang telah babak belur memendam rindu. Atau memar
yang tertinggal dari setiap malam sendu.
Aku menahannya, mengais
ketegaran yang terlupa. Lalu meramunya menjadi senyum yang menyapa. Aku tak mau
terlihat merana. Aku tak ingin menangis, terlebih membuatmu menangis. Engkau
tak perlu tahu apa yang aku rasa. Engkau juga tak mesti pedulikan rindu yang
menikam. Ini menyakitkan, jadi jangan engkau rasakan.
Aku tak ingin engkau
bersedih karena perasaan seperti ini. Biar saja hanya aku yang begini, jangan
engkau. Tetaplah seperti itu, berbahagialah dalam hidupmu. Bersuka citalah
tanpa ada aku yang selalu gagu dihadapanmu.
Azmul Pawzi
0 komentar:
Posting Komentar