Minggu, 26 Februari 2023

Mulut dan Sikap Orang di Luar Kendali Kita

Banyak hal yang mempengaruhi perilaku manusia, baik itu kecerdasan, pola asuh, pengalaman, posisi karir, tingkat pendidikan, usia, lingkungan dan lainnya.

Tapi tak sedikit pula kita menemukan mereka yang tua tapi tak dewasa, sekolah tapi tak terdidik, berpangkat tapi tak terhormat, beradat tapi tak beretika.

Manusia-manusia seperti ini memiliki potensi menyakiti cukup tinggi. 

Mulai dari perkataan halus semisal perbandingan atau pertanyaan sensitif hingga yang kasar seperti ghibah, fitnah, dan makian.

Bisa juga sikap merendahkan, diskriminasi, bullying, labeling yang juga mudah saja mereka lakukan.

Parahnya, memang ada orang yang mencari kesenangan dan validasi diri dengan cara keji seperti ini.

Tentu saja sikap dan mulut seseorang bukanlah koridor kita mengaturnya. Itu di luar kendali.

Tapi masalahnya, seringkali sikap dan ucapan buruk yang tertuju kepada kita, membuat kita terlarut dalam kesedihan.

Lalu dalam lara, kita bertanya "Kok bisa orang seperti dia melakukan itu?" atau berandai, "Seharusnya dia ga mengatakan itu."

Sialnya, pertanyaan serta pengandaian yang kita sampaikan, bukan malah menyembuhkan luka namun memperdalam pedih.

Lalu harus bagaimana?

Menyambung postingan sebelumnya, cara termudah untuk menghindari sedih yang berlebih. Fokuslah terhadap hal yang dapat kita kontrol.

Apa saja?

Mulai dari perasaan kita. Kita bisa mengatur yang kita dirasakan.

Sedih memang, tapi apa kita rela ucapan dan sikap hina seperti itu bersemayam lama dalam hati? 

Menjaga ketenangan batin lebih penting dari pada duka berkepanjangan karna hal di luar kendali kita.

Lalu kita bisa mengontrol sikap kita. Perlukah melawan? atau hanya memberikan peringatan? atau cukup dihadapi dengan diam?

Pengambilan sikap tersebut tentunya tergantung keadaan. Tak semua hal buruk harus kita tanggapi. Diam, cuek, tak acuh tentu bisa jadi solusi.

Walau memang ada saatnya kita memberi peringatan karena sudah berlebihan, atau harus melawan sebab sudah kelewat batas. Seperti main fisik atau merusak kehormatan.

Pada dasarnya, sikap dan perkataan orang itu diluar kendali kita. Hanya orang naif bahkan cenderung bodoh yang berpikir manusia harus seperti yang dia harapkan.

Kita saja yang harus mengatur rasa dan sikap diri. Apakah terpengaruh atau cukup dianggap angin lalu.

#MelangkahMenginspirasi

Sabtu, 25 Februari 2023

Fokus Kepada yang Dapat Kita Kontrol

Banyak masalah yang hadir dalam hidup kita bersumber dari sesuatu yang tidak dapat kita kontrol.

Bencana alam, sikap orang terhadap kita, keadaan ekonomi negara atau keluarga saat lahir, dan berbagai hal lainnya. Tapi entah kenapa kita sering kali terlalu fokus terhadap itu semua.

Sehingga akhirnya kita lebih suka berandai-andai yang dilarang, hingga berkata "Harusnya yang terjadi seperti ini", "mestinya sikap dia seperti itu."

Menyesali sesuatu yang tak dapat kita kontrol hanya akan berujung pernyataan; "Dunia ini tak adil".

Lagipula memang kehidupan di dunia, Allah ciptakan dengan segala ujian yang diberikan-Nya kepada kita. Yang jika salah dalam menyikapi, hanya akan menyumpahi takdir tersebut.

Bila kita hanya berharap merasakan kenikmatan demi kenikmatan yang abadi, bukan di dunia, tapi surga tempatnya.

Padahal ketika terjadi musibah, kita bisa merubah fokus kita, dari hal yang tidak dapat  dikendalikan, menjadi hal-hal yang dapat kita kontrol.

Kita tak dapat mengontrol bencana alam, tapi kita bisa mengendalikan respon terhadapnya.

Kita tak dapat mengatur perlakuan orang kepada kita, tapi kita bisa mengendalikan sikap kita kepadanya.

Kita tak dapat meminta dilahirkan di negara dan keluarga seperti apa, tapi kita bisa berikhtiar untuk menargetkan perbaikan.

Dengan tak overthinking pada sesuatu di luar kontrol, kita bisa menghilangkan banyak sekali beban. Toh, itu bukan kuasa kita. Difikirkan atau disesali berjuta kali pun tak dapat merubahnya.

So?

Fokuslah kepada hal yang dapat kita kontrol. Dengannya kita bisa lebih waras dan tenang dalam menjalani kehidupan.

#MelangkahMenginspirasi

Kamis, 23 Februari 2023

Kestabilan Emosi

Pada dasarnya, semua emosi yang kita miliki, baik itu : senang, sedih, marah, takut, khawatir, jijik, terkejut, kecewa dan lainnya adalah sunnatullah. Itu manusiawi kita rasakan.

Namun akan menjadi masalah jika setelah emosi tersebut, ditambahkan kata "berlebihan". Emosi yang berlebihan ini pasti berakhir negatif. Senang berlebihan berujung kesombongan, sedih berlebihan bertepi putus asa, marah berlebihan bermuara dendam kesumat.

Dan seorang yang punya kestabilan emosi, adalah dia yang mampu mengekspresikan emosi tersebut sesuai kadarnya dan tepat saatnya.

Mereka yang stabil emosinya, tau saatnya mengekspresikan emosi dan seberapa besar ekspresinya. 

Namun kenapa kita sering terlalu berlebihan dalam mengeluarkan emosi? Bahkan sampai merugikan diri.

Jawabannya persepsi kita pada momen.

Emosi yang hadir berlebihan dikarenakan persepsi kita terhadap momen juga kelewat batas.

Kita terlalu membesarkan kejadiannya, padahal kejadian tersebut tak sebesar yang kita bayangkan. Sehingga kita lebih menderita dalam imajinasi dibanding fakta yang ada.

Misal terjadi sebuah musibah, seringkali kita menggambarkan kemalangan tersebut melebihi apa yang terjadi, sehingga kita sampai meraung-raung menghadapi musibah, dan terlarut dalam kesedihan sampai waktu yang sangat lama.

Salah satu contoh terbaik manusia yang memiliki kestabilan emosi yang sangat luar biasa, yang terekam jelas oleh sejarah adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Ketika semua umat muslim bersedih atas kematian Rasulullah, insan yang dicintai amat sangat oleh umat.

Bahkan seorang Umar ibnu Khattab mengangkat pedang dan mengancam orang yang mengatakan Nabi Muhammad meninggal sebagai munafik.

Tapi Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi orang yang paling 'waras' sikapnya, yang paling stabil emosinya.

Dia sedih, namun dia tetap stabil, dengan air mata yang masih bercucuran, Abu Bakar membacakan surat Ali Imran ayat 144 yang isinya bahwa Nabi Muhammad hanya seorang rasul yang akan wafat seperti rasul-rasul sebelumnya.

Begitulah pesona seorang manusia yang memiliki kestabilan emosi. Sikap dan ucapannya tidak hanya menenangkan, juga menyadarkan.

#MelangkahMenginspirasi

Selasa, 21 Februari 2023

Ilmu dan Ketenangan Batin

Ada pertanyaan yang hadir kepada saya, kenapa kita mudah sekali khawatir berlebihan, cemas tak tentu arah, grasak-grusuk, dan was-was?

Setelah coba saya renungi, saya menemukan satu jawaban, yaitu : kita kurang ilmu.

Tanpa ilmu kita tak tahu kadar dari suatu masalah, besar atau kecil, sulit atau mudah, rumit atau sederhana.

Dampaknya kita tidak tahu apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Atau mengeluarkan energi yang berlebih hanya untuk masalah yang sesungguhnya biasa. Sehingga was-was sering tiba begitu saja.

Begitupun sebaliknya, Dengan ilmu kita jadi memiliki kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi problema. Dengan kompetensi kita mampu mengkalkulasikan langkah yang harus diambil.

Karena sudah membayangkan jalan keluar, kita jadi lebih tenang, tidak ada namanya grasak-grusuk atau khawatir berlebihan. 

Seperti orang yang sudah hafal rute perjalanannya, dia akan lebih santai dalam membawa kendaraan.

Contoh, ketika awal-awal berorganisasi, kita akan begitu cemas ketika diamanahkan suatu tugas walau dalam event kecil.

Tapi ketika kita telah menjalani belasan bahkan puluhan kepanitiaan, ilmu dalam bentuk pengalaman tersebut membuat kita lebih kalem ketika menyelenggarakan acara.

Walau tak semua masalah dapat diperhitungkan dengan sempurna, pasti akan ada margin error yang tak bisa kita hindari.

Tapi setidaknya dengan ilmu itu kita bisa mengira, pilihan-pilihan sulit dari komplikasi terburuk bahkan sebelum itu terjadi. Sehingga kita bisa lebih tenang karena sudah diperkirakan.

Intinya, belajar terus sepanjang hayat.

#MelangkahMenginspirasi

📷 MasyaAllah gaya imut Adek Hawa 😍