Temen-temen disini pasti nonton hafidz Indonesia yang di televisi
kan ya? Ga perlu rasanya saya bertanya bagaimana perasaan teman-teman. Soalnya
di twitter sama facebook hampir sama semua testimoni setiap penonton. Baik itu
kagum, malu, kalau nanti punya anak dan
terinspirasi. Saya-pun juga merasakan itu, teman-teman pasti juga merasakannya.
Nah yang kita bahas pada kesempatan ini bukan masalah program hafidz itu. Tapi
saya ingin membahas latar cinta dari keluarga mereka, sehingga menghasilkan generasi-generasi
qur’ani seperti mereka.
Seperti yang kita ketahui orang tua mereka-lah yang mendidik
sehingga anak-anak dapat menjadi sehebat itu. Maka dari itu peran serta orang
tua dalam perkembangan anak sangatlah penting. Dan hal ini tidak-lah data
dicapai dalam keluarga yang tidak memiliki visi yang jelas dan tertata rapi.
Karena bila saja salah satu diantara kedua orang tua tersebut tidak bekerja
sama dalam tujuan jelas. Akan sangat sulit anak dapat menghafal al-qur’an
seperti itu.
Maka dari itu, sebuah hubungan membutuhkan visi, sebuah cinta
membutuhkan perencanaan. Cinta bukanlah sebuah rasa yang hati tidak dapat
memilih. Cinta dapat di bangun dalam bangunan cinta-Nya. Seperti layak Umar bin
Khatab yang dapat menata ulang cintanya saat Rasulullah meminta beliau merubah
cinta umar kepada Rasulullah melebihi ia mencintai dirinya.
Shalihin shalihat, ketika
cinta kita lantunkan antara dua insan yang kasmaran. Maka pastikanlah cinta
yang syahdu itu terbungkus iman. Ketika cinta bersenandung, maka pastikanlah
cinta nan merdu itu bermuara ke halalan. Karena dengan cinta itulah, generasi
seperti apa yang akan kita hasilkan untuk masa depan. Karena dengan cinta
itulah, seberapa bermanfaat cinta kita untuk umat masa depannya. Oleh sebab
itu, jangan labuhkan cintamu kepada sembarangan manusia. Selektif dalam
melabuhkan cinta itu wajar. Karena bagi
wanita ia akan memilih siapa imam yang menuntun kesurga. Serta bagi lelaki, ia
akan memilih ibu dari anak-anaknya, yang menjadi madrasah pertama dari buah
hatinya.
Merugilah mereka yang
menderajati cinta hanya permainan. Sebagai sebuah rasa yang hanya numpang
mampir, lalu pergi. Meninggalkan nafsu membuncah di benak jiwa. Maka merugilah
mereka yang menyamakan cinta dengan senda gurau, yang hanya menikmati romansa
sesaat. Tanpa ada mimpi masa depan, tanpa ada visi. Mereka permainkan cinta
dalam hubungan yang tak halal. Mereka guraukan cinta dengan melanggar pagar
syariah-Nya.
Oleh sebab itu, wahai shalihin
shalihat, ketika kita berbincang cinta, maka kita berbincang masa depan. Ketika
kita berbicara cinta, maka kita bicara peradaban. Jangan engkau kotori cintamu dengan membangkang
pada-Nya. Jangan engkau keruhkan cintamu dengan ingkar kepada-Nya.
Semoga kita dapat membangun cinta, hingga cinta sampai surga.
Azmul Pawzi
0 komentar:
Posting Komentar