Hari ini, waktu seakan melambat. Seolah ingin memberiku ruang lebih panjang untuk mengenang dan mensyukuri hal terindah dalam hidupku—dirimu.
Tak pernah sederhana menjelaskan tentangmu. Engkau bukan hanya istri. Engkau adalah percakapan yang tak pernah membosankan, ekspresi yang selalu aku nikmati, dan denyut yang membuat rumah menjadi hidup.
Engkau yang dengan sabar menceritakan kisah-kisah kecil, tak bosan memberi senyum manis dan telaten menyuguhkan cinta. Dan aku ingin engkau tahu: bahkan jika dunia berubah wujud, aku ingin selalu bersamamu.
Kita telah berjalan bersama, membagi tangis dan tawa, berselisih lalu berdamai, menjalani lelah lalu menguat bersama. Tujuh setengah tahun ini bukan hanya tentang bertahan, tapi tentang bertumbuh—dari dua pribadi menjadi satu ikatan yang kokoh.
Kini usiamu bertambah. Angka baru yang tak mengurangi pesonamu. Justru bertambah makna, kedewasaan, dan keindahan. Seiring tahun bertambah, cintaku semakin merekah.
Selamat ulang tahun, istriku.
Terima kasih telah menjadi bahu dalam runtuhku, cahaya dalam gelapku, dan rumah yang tak pernah letih menerima pulangku.
Terima kasih telah menjadi ibu yang luar biasa untuk ketiga anak kita, dan pasangan yang setara dalam setiap keputusan dan doa.
Hari ini, mungkin tidak ada kado mewah. Tapi doaku, seperti biasa, mengalir pelan. Menyebut namamu dalam senyap, berharap Allah senantiasa menjagamu, mengabulkan segala mimpimu dan meneguhkan rumah tangga kita. Tidak hanya bersatu di dunia, tapi bertaut hingga surga.
Aamiin ya Allah.
Dariku, suamimu.
📷Foto saat Umma mengandung Adek Kiya usia delapan bulan
